RIAU, AksesNews – Aksi perampasan tanah ulayat milik Suku Bangsa Minoritas (SBM) kembali menjatuhkan korban jiwa. Logam (51) merupakan salah seorang keturunan Suku Sakai akhirnya tewas setelah menanggung luka di bagian kepala akibat bentrok dengan Perseroan Terbatas (PT) Panahatan, pada Selasa 27 Juni 2023 pekan lalu.
Kejadian itu bermula saat PT. Panahatan memaksa melakukan panen kelapa sawit di tanah ulayat Suku Sakai, dalam wilayah kebatinan Beromban Petani, di Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau.
Dimana masyarakat Sakai melakukan penolakan terhadap aktivitas perusahaan, di bawah kepemimpinan Batin Sakai, karena tanah ulayat yang mereka duduki itu dirampas oleh PT. Panahatan.
Pertikaian itu diawali cekcok, lalu berujung bentrok. Logam mengalami luka serius di bagian kepala setelah terkena lemparan batu yang dilakukan oleh pihak perusahaan, dan akhirnya meninggal dini Minggu kemarin (02/07/2023).
Menurut kesaksian di lokasi, saat telah jatuh korban, pihak perusahaan tetap melanjutkan aktivitas panen, lalu mendatangi rumah di mana saudara Logam diamankan. Kedatangan mereka bukan untuk meminta maaf dan menyelamatkan nyawa ayah dari tujuh orang anak tersebut, melainkan mereka justru mencaci maki Orang Sakai, mengacungkan samurai ke arah warga, hingga menghina perjuangan orang Sakai.
Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), Rendy Perdana Khasmy mengutuk tindakan tersebut yang tidak manusiawi. Menurut Rendy, PT. Panahatan maupun negara sebagai pemberi izin, tidak tahu diri dan tidak memiliki dasar atas tindakannya.
“Generasi orang Sakai adalah pewaris yang sah atas tanah yang saat ini mereka perjuangkan. Darah leluhur orang sakai tidak tergantikan oleh berbagai keputusan formal negara. Bahkan, eksistensi mereka jauh lebih dulu dibandingkan lahirnya republik ini,” tegasnya, Rabu (05/07/2023).
Menurut Rendy, arogansi PT. Panahatan mencerminkan kebutaan negara terhadap hak-hak Suku Bangsa Minoritas. Negara tidak pernah mengakui tanah ulayat Sakai sebagai hak yang melekat bagi Suku Bangsa Minoritas.
“Negara harusnya mengakui dan menghormati hak ulayat Orang Sakai, berdasarkan prinsip menentukan nasib sendiri, sebagaimana diakui dalam konvensi ILO 169,” kata Rendy.
Rendy mempertegas, Orang Sakai juga diakui haknya untuk tidak mendapat berbagai bentuk diskriminasi dari pihak manapun, sebagaimana pasal 5 Deklarasi Umum Hak Azasi Manusia (DUHAM), tidak seorang pun dapat disiksa dan diperlakukan tidak manusiawi.
Atas kronologi kejadian dan kehadiran PT. Panahatan yang tidak berdasar, Rendy juga menegaskan supaya negara mencabut izin perusahaan tersebut, dan mengembalikan tanah yang mereka rampas kepada generasi Orang Sakai sebagai pewaris yang sah atas tanah leluhur mereka.
“Termasuk seluruh perusahaan yang beroperasi di tanah ulayat Orang Sakai, harus dicabut dan dikembalikan kepada Orang Sakai. Biarkan Orang Sakai mengatur nasibnya sendiri, berdasar pada aturan dan kebijaksanaan adat yang mereka percayai,” tutupnya. (Wjs/*)