Diduga Jadi Korban Kriminalisasi, IRT Minta Keadilan Polresta Jambi

KOTAJAMBI, AksesNews – Seorang Ibu Rumah Tangga (IRT) yang berinisial FD (49) sebagai Terlapor, Warga kelurahan Buluran Kenali, Kecamatan Telanaipura, diduga menjadi korban kriminalisasi. Hal tersebut terlihat dari rekayasa menuduh terlapor telah melakukan penganiayaan terhadap Pelapor yang mengakibatkan luka gores di dada Pelapor.

Terlapor memaparkan dan bersumpah “Demi Allah, saya tidak ada memukul ataupun menganiaya Pelapor, ini fitnah yang keji,” sebutnya, Jumat (26/10/2018).

Terlapor menjelaskan awalnya Pelapor datang secara beramai-ramai dengan teman-temannya untuk mengukur tanah warisan milik Terlapor, kemudian mereka didatangi oleh Terlapor dengan tujuan melarang untuk tidak mengukur diatas tanahnya, sempat terjadi pertengkaran, akhirnya Pelapor dengan teman-temannya tidak jadi mengukur tanah milik Terlapor.

“Waktu itu juga, tepatnya tanggal 21 Juli 2018, Pelapor membuat laporan polisi menuduh Terlapor telah melakukan penganiayaan terhadap Pelapor. Saya ini sebenarnya yang menjadi korban fitnah oleh Pelapor,” ungkapnya.

Secara Terpisah, Abdurrahman Sayuti, SH Penasihat Hukum Terlapor menjelaskan bahwa Kliennya diduga sengaja dikriminalisasikan oleh Pelapor, ada yang janggal dalam proses hukum yang dialami kliennya, diantara Terlapor dipanggil pertama kali tanggal 30 Juli 2018 oleh Polsek Telanaipura sebagai Saksi dugaan tindak pidana penganiayaan ringan Pasal 352 KUHPidana.

Pemanggilan tersebut sepekan setelah laporan polisi dibuat Pelapor, dalam surat panggilan tersebut tahapannya sudah masuk ke tahap Penyidikan, padahal sebelumnya Terlapor tidak pernah diundang untuk klarifikasi, seharusnya pihak penyidik melakukan penyelidikan terlebih dahulu, baru ditingkatkan ke penyidikan.

“Kemudian Terlapor dipanggil lagi pada tanggal 18 Oktober 2018, tetapi dipanggil sebagai Tersangka. Namun, dengan tuduhan melakukan tindak pidana penganiayaan biasa yakni Pasal 351 KUHPidana, berbeda dengan panggilan ke-1 yang lalu. Bagaimana mungkin setelah masuk tahap penyidikan Pasal bisa berubah dengan mudahnya dari Pasal 352 menjadi Pasal 351 KUHPidana,” jelasnya.

Menurutnya, tahapan penyidikan dan penyelidikan itu jelas berbeda, jika penyelidikan mengumpul keterangan, apa telah terjadi tindak pidana atau tidak untuk dilakukan penyidikan, sedangkan penyidikan tidak lagi bicara tahapan menentukan tindak pidana apa yang dilakukan oleh Terlapor, tetapi sudah harus menemukan Tersangka, bukan kemudian Pasal dalam tahap penyidikan diubah sesuai selera penyidik.

“Terlapor tidak pernah diperiksa dalam tahapan penyelidikan, melainkan dipanggil langsung ke tahap penyidikan. Ini proses hukum yang sangat lucu. Terlapor juga tidak diberikan Surat Pemberitahuan dimulainya Penyidikan (SPDP), Terlapor tidak pernah dikonfrontir dengan Pelapor untuk menguji kebenaran keterangan masing-masing,” tambahnya.

Ada banyak dugaan kesewenang-wenangan dan kejanggalan dalam proses hukum yang dialami Terlapor. Karena ini adalah kriminalisasi, Jangankan Pasal 351 KUHPidana, Pasal 352 KUHPidana saja tidak memenuhi unsur karena perbuatan penganiayaan tersebut faktanya tidak ada.

“Demi keadilan dan kepastian hukum, maka kami meminta kepada Polresta Jambi untuk menghentikan kasus yang ditangani oleh Polsek Telanaipura,” pungkasnya. (Team AJ)