LAMPUNG, AksesNews – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melakukan pengawasan langsung ke Sekolah Dasar Negeri di Lampung Tengah terkait kasus pelecehan seksual melalui video call handphone terhadap 36 siswa sekolah tersebut. Kunjungan dilakukan oleh Ketua KPAI Ai Maryati Solihah dan Komisioner KPAI Kawiyan, Kamis (23/02/2023).
Di sekolah tersebut, KPAI melakukan sejumlah agenda. Pagi hari KPAI memberikan edukasi dan literasi tentang cara bijak menggunakan handphone dan bermedia sosial dengan menciptakan suasana yang akrab. Ai Maryati Solihah dan Kawiyan mengajak anak-anak untuk menggunakan gadget untuk keperluan belajar, komunikasi dengan guru dan orang tua serta keperluan positif lainnya dengan pembatasan waktu.
Selain itu, KPAI juga berpesan agar anak-anak tidak membuka konten-konten pornografi, menerima pertemanan dari orang yang tidak dikenal, dan mau melaporkan kepada tua atau guru jika ada panggilan atau pesan masuk (chat) masuk dari nomor/orang yang tidak dikenal. Karena sangat banyak kasus kejahatan yang dilakukan oleh orang yang tidak dikenal melalui handphone dan menjadikan anak sebagai korban baik kejahatan berupa penipuan atau kejahatan seksual. Sebelum meninggalkan ruang kelas anak diajak untuk menuliskan kata “saring sebelum sharing” sebagai janji mereka kepada diri sendiri untuk tidak korban sekaligus pelaku penyebaran konten atau konten negatif berupa pornografi dan kekerasan.
Dari dialog dengan para siswa, terungkap bahwa sebagian besar dari mereka memiliki media sosial, terutama Facebook dan Instagram. Untuk kepemilikan gadget sebagian besar masih pinjam pada orangtua dan sebagian lainnya memiliki sendiri.
Kegiatan dilanjutkan dengan rapat kordinasi yang diikuti kepala sekolah dan guru, perwakilan dari Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek RI, Dinas Pendidikan Lampung Tengah, Balai Penjamin Mutu Pendidikan (BPMP), Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, UPTD Perempuan dan Perlindungan Anak, Lembaga Perlindungan Anak (LPA), Camat Terusan Nunyai, Kepala Kampung dan para orangtua yang anak-anaknya menjadi korban pelecehan seksual melalui handphone.
Pada kesempatan itu Ketua KPAI memaparkan materi tentang perlunya menciptakan Sekolah Ramah Anak yang memberikan perlindungan secara fisik maupun psikis kepada anak-anak dalam proses belajar mengajar (PBM) di sekolah. Ai Maryati Solihah mengatakan, sekolah ramah anak (SRA) merupakan salah satu upaya pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan. SRA mengharuskan kondisi PBM berjalan aman, nyaman, menyenangkan, dan semua terhindar dari kekerasan, dan adanya mekanisme penanganan jika sudah terjadi kekerasan di sekolah.
Dalam konsep SRA, lingkungan sekolah harus melindungi anak dari tindakan kekerasan, mencegah anak melakukan kekerasan, serta mengatur mekanisme pencegahan, penanggulangan dan sanksi terhadap tindakan kekerasan.
“Seluruh pimpinan sekolah, guru dan tenaga kependidikan di satuan pendidikan dengan didukung orangtua harus dapat menciptakan sekolah ramah anak. Sarana dan prasarana SRA tidak harus mahal dan tidak harus mewah, yang penting aman, ramah anak dan ada kemauan dari para pihak untuk menjadikan lingkungan sekolah sebagai tempat yang kondusif untuk belajar bagi semua anak,” tegas Ai Maryati Solihah.
Sementara itu, Komisioner KPAI Kawiyan menyampaikan materi tentang perlu melakukan pengawasan terhadap anak-anak dalam menggunakan handphone dan bermedia sosial. Kawiyan mengajak para guru dan orang tua untuk melakukan pengawasan terhadap anak-anak dalam menggunakan handphone.
“Melarang anak-anak menggunakan handphone kurang tepat di era teknologi saat ini. Akan tetapi mereka perlu didampingi, daiajak bicara mengenai cara bijak menggunakan handphone dan bermedia sosial. Pastikan bahwa anak-anak tidak menggunakan handphone untuk mengakses konten negatif seperti pornografi dan sebagainya. Lebih baik orangtua mendayagunakan tenaga dan waktu berkualitas dengan anak dalam mendampingi anak bermain gadget,” ujar Kawiyan.
Usai rapat koordinasi, Ketua KPAI melakukan pertemuan terbatas dengan para orangtua yang anaknya menjadi korban kekerasan seksual melalui handphone. Secara bergantian, Ketua KPAI menggali satu per satu informasi mengenai kondisi anak mereka pasca menjadi korban pelecehan seksual. Penggalian informasi dari para orangtua dimaksudkan untuk mengetahui secara pasti kondisi fisik dan psikis anak-anak yang menjadi korban pelecehan seksual.
Juga untuk memberikan pemahaman kepada orangtua agar bijak menghadapi anak-anaknya yang menjadi korban. Dengan demikian, KPAI mememetakan berbagai rekomendasi kepada para stakeholder terkait dengan penanganan, dan proses hukum yang saat ini yang tengah bergulir.
Berikut adalah rekomendasi KPAI terkait dengan kasus kekerasan seksual yang terjadi di SDN di Lampung Tengah:
1. KPAI mengawasi dan menaruh perhatian serius terhadap proses hukum perkara ini sehingga memastikan seluruh penegakkan hukum bekerja secara objektif dan transparan sesuai Peraturan Per Undang-Undangan yang berlaku dalam menangani dan mengadili kasus tersebut;
2. KPAI mengapresiasi sekolah dan komponen Pendidikan di sekolah dalam menyikapi persoalan kekerasan seksual berbasis online tersebut dengan serius dan berkomitmen mengawal perlindungan anak
3. Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) Lampung Tengah dapat bekerjasama dengan Kelurahan/Kecamatan demi terciptanya lingkungan ramah anak dengan aktif melibatkan partisipasi anak melalui pengembangan minat dan bakat anak;
4. UPTD (Unit Pelayanan Terpadu Daerah) PPA Lampung Tengah wajib memberikan pendampingan psikis dan psikologis secara pulih dan berkelanjutan walaupun nanti anak-anak korban telah lulus dari Sekolah Dasar guna mengantisipasi adanya stigmatisasi yang diterima anak korban di tingkat menengah;
5. UPTD PPA Lampung Tengah perlu memberikan pendampingan hukum dan mengawal proses hukum kepada guru, khususnya guru yang pertama kali mengungkap kasus kekerasan seksual tersebut dan melaporkannya sehingga pelaku dapat segera ditangkap dan diketahui masalah yang sebenarnya yang dialami para siswa.
6. Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) Lampung Tengah wajib memberikan layanan terkait pola pengasuhan berbasis hak Anak dengan prinsip-prinsip non-diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, hak untuk hidup, tumbuh, dan berkembang, mendengarkan pandangan anak, dan mudah diakses;
7. Dinas Pendidikan Lampung Tengah memastikan Tenaga Pendidik, Orang Tua atau Wali, dan Masyarakat dalam memberikan dukungan, motivasi untuk Anak-Anak Korban agar proses belajar mengajar berjalan tanpa ada hambatan.