JAMBI, AksesNews – Terkait Permenkumham 25 Tahun 2017 tentang ujian pengangkatan notaris, Forum Komunikasi Calon Notaris Indonesia (FKCNI) bersama 3 (Tiga) profesor Universitas Jambi (Unja) mengajukan Juducial Review atau Uji Materi ke Mahkamah Agung (MA), karena dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris.
Ketiga profesor tersebut, yakni Prof Elita Rahmi Ketua Prodi Kenotariatan Unja, Prof Soekamto Satoto dan Prof Bander Johan Nasution, yang merupakan Dosen Pengajar Kenotariatan Unja. Uji materi tersebut, sudah diajukan sejak 18 Juli 2018 lalu dan Pada tanggal 20 September 2018 telah dikabulkan oleh MA atas hak Uji Materi tersebut.
“Marilah kita menghormati putusan tersebut, baik itu dari Kememnkumham, Organisasi Ikatan Notaris Indonesia maupun para Anggota Luar biasa notaris. Jangan ada komentar-komentar atau penafsiran penafsiran sebelum adanya salinan putusan kita terima. Kepada rekan rekan prodi Kenotariatan mari kita tindak lanjuti hasil putusan ini untuk kelanjutan kedepan,” kata Prof. Bander Johan Nasution, SH., M.Hum.
Lanjutnya, secara Yuridis, semua bentuk-bentuk ujian kenotariatan dan sederet syaratnya yang ada di Permenkumham sudah resmi Batal sejak dikabulkannya permohonan JR oleh MA. Pendidikan program Notariat di Seantero Negeri ini diliputi keresahan oleh peraturan Menteri Hukum dan HAM yang memperpanjang jalur untuk menjadi Notaris untuk diangkat menjadi Notaris.
“Keresahan itu disambut oleh Program Magister Kenotariatan UNJA, disambut bagaimana keresahan itu hilang. Kita ini bukan saja yang memulai, tapi satu-satunya yang melakukan JR thd Permenkumham. Alhamdulillah selama 2 bulan JR itu dikabulkan. Artinya kita telah menyelamatkan calon-calon notaris dari kerumitan dan jalan panjang,” jelasnya.
Menurut Prof. Soekamto Satoto, SH., MH, Peraturan Menteri Hukum dan HAM itu ngotot mungkin berbagai hal yang berkaitan dengan pengangkatan notaris. Substansinya dianggap dengan UU Jabatan Notaris. Substansi yang bertentangan barangkali secara formal, tidak dipersoalkan lahirnya peraturan menteri Hukum dan Ham yang mengatur tentang pengangkatan jabatan kenotariatan. Tapi tidak boleh bertentangan dengan UU.
“Yang jelas sekarang Peraturan Menteri Hukum dan HAM itu telah diuji, kemudian keputusan MA bertentangan dengan UU, sama dengan pendapat kita yang mengajukan uji materi. jadi pada saat MA menyatakan gugatan kita dikabulkan artinya sejak saat itu Peraturan Permenkumham tersebut, sudah tidak berlaku lagi. Tidak perlu menunggu Menteri mencabut itu. Ini yang kita harapkan agar kita saling menghormati keputusan,” katanya.
Sementara itu, Prof. Elita Rahmi, SH., M. Hum, mengatakan harusnya di era modern ini masing-masing instansi itu berkolaborasi, bukan malah saling memberatkan terutama yang berkaitan dengan profesi. Pemohon berjumlah 21 Orang terdiri dari pengelola Prodi Kenotariatan Unja, Tenaga pengajar Prodi Kenotariatan Unja, Alumni dan Mahasiswa Kenotariatan Unja serta 2 orang dari Prodi kenotariatan Unpad dan Jayabaya.
“Selain itu, Judicial Review kita juga didukung dari 7 Prodi Kenotariatan dari berbagai Universitas diantaranya, Universitas Padjajaran, Universitas Dipenogoro, Universitas Airlangga, Universitas Andalas, Universitas Sriwijaya, Universitas Lambung Mangkurat dan Universitas Jenderal Sudirman,” sebutnya.
Menurut Yandrik Ershad. SH., M.Kn, Putusan HUM adalah instrumen hukum yg mutlak harus dipenuhi oleh siapapun termasuk Pemerintah, FKCNI mengajak rekan2 ALB semua untuk merapatkan barisan, solid membantu secara materiil dan immateril guna bersama sama ke Kemenkumham SEGERA melaksanakan putusan HUM dimulai dgn mengangkat ALB yang telah memenuhi syarat sesuai UUJN.
“Peningkatan kualitas Notaris juga dapat dilakukan dari sisi hulu dengan memperbaiki kurikulum akademik di Universitas penyelenggara MKn, dengan demikian hal ini akan berdampak pada sisi hilir yaitu kualitas dari lulusan sarjana MKn yang semakin baik dan profesional seperti yang kita harapkan bersama,” pungkasnya.
Dengan dikabulkannya Hak Uji Materi Oleh Mahkamah Agung RI maka Permenkumham 25 tahun 2017 tentang Ujian Pengangkatan Notaris maupujn turunan nya batal demi hukum oleh seebab itu pengangkatan notaris kembali kepada undang undang jabatan notaris. Semua pihak terkait wajib menghormati putusan Mahkamah Agung RI tersebut.
Sampai dengan saat ini masih akan diseleggarakan ujian pengangkatan Notaris tersebut oleh pihak Kemenkumham pada tanggal 2 dan 3 Oktober 2018 mendatang, artinya Menkumham apakah sudah menghormati hasil putusan dikabulkannya Hak Uji materiil permenkumham 25 tahun 2017.
Alasan-alasan diajukannya Judicial Review Permenkumham 25 Tahun 2017
Pertama, Permenkumham no. 25 tahun 2017 bertentangan dengan Undang Undang Jabatan Notaris tentang perubahan atas Undang undang No. 2 tahun 2014 tentang perubahan dari 30 tahun 2004 tentang jabatan Notaris (UUJN-P).
Kedua, Permenkumham 25 tahun 2017 dapat dikategorikan menggunakan asas rektroaktif (tidak berlaku surut) karena jelas dalam permenkumham no. 25 Tahun 2017 tersebut dalam pasal 25 menyebutkan bahwa peraturan menteri ini mulai berlaku setelah 4 bulan sejak diundangkan.
Dengan demikian, permenkumhan ini baru berlaku pada tanggal 21 Maret 2018 tapi pada kenyataannya sejak Bulan Desember 2017 dan pada Januari 2018 Permohonan Pengangkatan Notaris telah ditutup pada website ahu.go.id dan telah digantikan dengan ujian pengangkatan notaris (UPN).
Permenkumham No. 62 tahun 2016 dalam pasal 2 ayat 2 huruf J disebutkan bahwa persyaratan pengangkatan calon notaris harus dilengkapi berkas pendukung dengan melampirkan fotokopi tanda kelulusan Ujian Pengangkatan Notaris yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum yang telah dilegalisasi.
Sedangkan pada pasal 2 ayat 1 tidak menyebutkan calon notaris diharuskan mengikuti Ujian Pengangkatan Notaris. Undang-Undang no. 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) dan Undang-undang no. 2 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang no. 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN-P) juga tidak menyebutkan adanya Ujian Pengangkatan Notaris.
Dimana persyaratan yang dinyatakan dalam landasan Permenkumham tersebut bertentangan dengan pasal 3 UUJN dan UUJN-P. Diketahui bahwa Ujian Pengangkatan Notaris tidak menjadi persyaratan dan tidak diatur dalam pasal 3 UUJN dan UUJN-P tersebut yaitu syarat untuk menjadi notaris.
Didalam Permenkumham no. 25 tahun 2017 pasal 10 ayat 1 huruf d menyebutkan dalam program magang dikantor notaris telah berpartisipasi dan dicantumkan namanya paling sedikit 20 akta. Hal ini jelas bertentangan dengan pasal 3 huruf F UUJN dan UUJN-P syarat untuk dapat diangkat menjadi notaris tidak diatur mengenai partisipasi sebagai saksi dalam akta notaris.
Dan juga bertentangan dengan pasal 40 ayat 2 huruf E UUJN dan UUJN-P yang menyatakan bila terdapat calon notaris magang adalah keluarga atau sanak famili dari notaris tempat magang kemudian dijadikan atau diharuskan sebagai saksi akta adalah karyawan notaris itu sendiri jadi bukan calon notaris yang sedang magang.
Oleh karenanya, apabila dipaksakan harus membuat keterangan telah berpartisipasi pada 20 akta di Kantor Notaris, maka melanggar kode etik.
(Bahara Jati)