JAMBI, AksesNews – Suara dari hulu dan suara dari hilir Sungai Batanghari bertemu dalam sesi diskusi kegiatan peringatan hari jadi Komunitas Jari Menari yang ke-6 tahun di Buy Coffee, Taman Anggrek, Telanaipura, Kota Jambi pada Minggu malam (23/10/2022).
Diskusi yang mengangkat tema ‘Menyelami Literasi dari Hulu ke Hilir Sungai Batanghari’ itu menghadirkan dua narasumber yang aktif dan konsisten menyuarakan kerusakan lingkungan di Provinsi Jambi khususnya Sungai Batanghari.
Dua narasumber tersebut yakni Ismet Raja Tengah Malam, penggagas Sekolah Alam Sarasaadi yang membawa suara dari hulu dan Borju, penggagas Sekolah Alam Raya Muarojambi yang membawa suara dari hilir.
Dalam diskusinya, dua sekawan lama ini menyampaikan apa yang sebenarnya terjadi sehingga menyebabkan Sungai Batanghari dulunya bening sekarang berubah warna coklat dan apa langkah yang bisa dilakukan untuk mengembalikan Sungai Batanghari sebagai sumber kehidupan bagi masyarakat Jambi.
Ismet menyampaikan betapa rusaknya alam di wilayah hulu Sungai Batanghari akibat aktivitas tambang, terutama yang menjadi fokusnya saat ini adalah penambangan emas ilegal. Hal ini lah yang juga menjadi sebagian besar penyumbang pencemaran dan kerusakan pada Sungai Batanghari.
Kerusakan-kerusakan hutan di wilayah hulu dan banyaknya limbah perusahaan yang mengalir ke Sugai Batanghari menyebabkan sungai terpanjang di Sumatera itu menjadi jauh fungsinya dari kehidupan masyarakat di Jambi.
“Makanya hari ini kita katakan kita sudah melakukan kerapatan negeri bersama pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, insyaallah kesepakatan ini mudah-mudahan terwujud. Sebenarnya kan kembali lagi ke rajanya, siapa pemimpin hari ini kita berharap pemimpin hari ini punya triger yang besar,” ujar Ismet Raja Tengah Malam yang juga seorang seniman.
Dirinya berharap regulasi pemerintah dan kesepakatan-kesepakatan yang sudah dibangun bersama menjadi kekuatan untuk melindungi Sungai Batanghari dari hulu hingga hilir. Bahkan dirinya juga yakin jika bersama-sama menyuarakan sebuah persoalan pasti akan ada solusi.
“Aku setuju sekali bahwa harapan adalah pemerintah harus mempunyai regulasi yang kuat untuk menyelamatkan kerusakan-kerusakan sungai. Mudah-mudahan dengan Piagam Batanghari nanti kita akan rapat lagi di Muarasabak, inyaallah bersama teman-teman komunitas seluruh kabupaten kota untuk berdiskusi di situ,” tambah Ismet.
Sejalan pemikiran dengan Ismet Raja Tengah Malam, Borju pun menyampaikan apa yang terjadi di wilayah hilir Sungai Batanghari. Menurut Borju, semasa kecilnya ia hidup di desa yang berdampingan langsung dengan Sungai Batanghari, Sungai Batanghari sangat akrab dengan masyarakat.
Namun keakraban Sungai Batanghari tidak selalu dibalas baik oleh sebagian manusia yang hanya memikirkan keuntungan pribadi, seperti membuang limbah perusahaan ke sungai, penggundulan hutan di hulu, bahkan membangun gedung di badan Sungai Batanghari.
“Pembangunan yang begitu banyak di daerah tepian Sungai Batanghari yang bisa berdampak merusak Sungai Batanghari. Bahwa yang terjadi di kampung itu di seberang desa (Desa Moarojambi) sudah masuk petaka yaitu stockpile batu bara. Itu sebagai bentuk pencemaran lingkungan bahkan Sungai Batanghari yang begitu parah, Sungai Batanghari menjadi keruh berwarna coklat,” ungkapnya.
Sekolah Alam Raya Muarojambi saat ini, juga terus kosisten untuk menjaga Sungai Batanghari dan lingkungan di sekitar komplek percandian Muarojambi. Borju dan teman-temannya selalu berupaya melakukan pembetukan benteng hijau seperti penamaman pohon untuk menjaga aliran Sungai Batanghari di daerah kampungnya.
“Muarojambi dahulunya wadah pendidikan, di sana orang dari Cina, India, belahan dunia datang ke negeri kita ke Swarnadwipa, pulau emas, dan saya berpikir mengapa hari ini kita hanya bisa diam dan seolah-olah seperti tidak percaya diri, padahal dahulu peradaban di Jambi sendiri mendatangkan orang-orang minat untuk datang ke tanah sejarah ini, dari Cina, India, untuk mempelajari sebuah pembelajaran di Jambi. Nah, hal ini menarik perhatian saya untuk mengembalikan marwah itu sendiri,” jelasnya.
Di akhir kegiatan Ismet Raja Tengah Malam dan Borju berkesempatan untuk menampilkan musikalisasi puisi berdua di panggung tersebut. Suara borju dengan lantang membacakan setiap bait puisi yang ia ciptakan bersama dua orang temannya, lalu dibalas dengan lantunan lagu-lagu ciptaan Ismet Raja Tengah malam terkait lingkungan.
“Kolaborasi pada malam hari ini dengan pak Borju sangat luar biasa, beliau sangat menginspirasi dengan syair-syairnya bisa membakar semangat-semangat saya secara pribadi. Agar kolaborasi ini bisa terus dilakukan di kegiatan apa pun, biar kita saling mengisi dan saling mensuport,” ungkap Ismet.
Keduanya berharap kegiatan-kegiatan positif harus terus dirawat oleh kaum muda, berjejaring dan berdiskusi untuk persoalan yang dihadapi masyarakat. Seperti yang terucap oleh Borju saat diskusi berlangsung “Perubahan adalah karya berjuta massa” begitu pula harapannya untuk pemuda khususnya di Jambi agar bisa bersama-sama memperjuangkan kehidupan yang layak. (Wjs/*)