JAMBI, AksesJambi.com – Berbagai organisasi Petani, Mahasiswa, kelompok seni, dan para petani dari 30 desa di 5 kabupaten, yakni Tebo, Batanghari, Muarojambi, Tanjungjabung Timur, dan Tanjungjabung Barat, Provinsi Jambi yang tergabung dalam “Aliansi Petani Jambi Berdaulat”, menyambut Hari Tani Nasional (HTN) tahun ini dengan aksi masa. Aksi yang melibatkan ratusan masa ini, terpusat di Kantor Gubernur dan Kantor DPRD Provinsi Jambi, Telanaipura, Kota Jambi, Senin (24/9/2018).
Beberapa organisasi yang di maksud adalah WALHI Jambi, Persatuan Petani Jambi (PPJ), Serikat Tani Tebo (STT), Perkumpulan Hijau (PH), Jaringan Masyarakat Gambut Jambi (JMGJ), Serikat Petani Batanghari (SPB), Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) Jambi, Serikat Tani Bersatu (STB) Tanjabbar, Yayasan Keadilan Rakyat (YKR), GRINDSICK, Beranda Perempuan, AGRA Jambi, INSPERA, BEM UNJA, FMN JAMBI, Mapala UIN Jambi, dan Mapala Caldera UNJA.
Terhitung 58 tahun silam, pemerintahan Soekarno menetapkan tanggal 24 September sebagai peringatan Hari Tani Nasional. Pilihan bulan dan tanggal itu disesuaikan dengan momentum lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960, sebuah Undang-undang yang mengusung semangat tanah untuk rakyat, sekaligus diproyeksikan untuk menghapuskan sistem agraria kolonial.
Pada era rezim Orde Baru, UUPA hanya tinggal kebijakan secara tekstual, semangat tanah untuk rakyat kemudian berubah menjadi tanah untuk investor [industry ekstraktive], melalui kebijakan-kebijakan izin konsesi yang dikeluarkan.
Hingga kini, hampir semua kaum tani di Indonesia memiliki nasib yang sama, perampasan tanah untuk kepentingan investasi yang telah difasilitasi oleh Negara melalui skema-skema perizininan industry yang meluas. Situasi ini kemudian tidak hanya berdampak hilangnya akses tanah bagi petani, namun juga telah menjadi penyebab utama terjadinya konflik serta rusaknya kesatuan ekosistem akibat praktek-praktek industry.
Dalam data sensus pertanian Indonesia di tahun 2013, menunjukan rumah tangga pertanian di Indonesia mencapai 26,13 Juta, yang berarti telah terjadi penurunan sebesar 5 juta rumah tangga pertanian, dibandingkan dengan hasil sensus pertanian tahun 2003.
“Di Jambi sendiri, penguasaan tanah oleh kelompok industri diwujudkan dengan merebaknya izin-izin konsesi industri, baik industry perkebunan kelapa sawit, Industri pertambangan, maupun Hutan tanaman industry [HTI]. Dimana 884 ribu hektar lebih lahan di Jambi sudah menjadi izin HTI [Hutan Tanaman Industri], untuk perkebunan sawit mencapai 1.2 juta hektar, dan izin pertambangan seluas 735 ribu hektar lebih, sebut Abdullah, koordinator lapangan aksi, Senin (24/09/2018)
Ketimpangan penguasaan sumber daya alam di Provinsi Jambi oleh kelompok industri, selain menyebabkan konflik agraria dan kerusakan lingkungan akibat efek sampingnya, secara bersamaan situasi harga-harga komoditi pertanian rakyat juga semakin turun. Sehingga hal tersebut semakin menambah daftar penderitaan petani semakin tinggi.
“Namun secara spesifik, aksi masa dalam momentum hari tani di tahun 2018 ini menuntut agar secepatnya Pemerintah Provinsi Jambi membentuk POKJA yang langsung diketuai oleh Gubernur Jambi serta melibatkan Serikat Tani,NGO,Mahasiswa dan Petani dalam rangka percepatan pelaksanaan Reforma Agraria di jambi (khusus dilokasi-lokasi yang berkonflik),” ujar Irmansyah, koordinator umum aksi.
Tuntutan tersebut dimaksudkan dalam rangka untuk medesak Pemerintah Provinsi Jambi segera melaksanakan agenda penyelesaian konflik agraria, pemulihan harga-harga jual komoditi petani dan pemulihan kembali lingkungan yang sudah rusak akibat eksploitasi yang dilakukan industry ekstraktif di Provinsi Jambi. (Team AJ)