Beranda Akses STuEP Serahkan ‘Policy Brief’ ke JETP, Yuda Minta Pemerintah Ambil Tindakan Pro...

STuEP Serahkan ‘Policy Brief’ ke JETP, Yuda Minta Pemerintah Ambil Tindakan Pro Rakyat

JAMBI, AksesNews – Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Wilayah Sumatera dinilai kerap menimbulkan banyak dampak negatif bagi kehidupan manusia dan juga banyak merusak lingkungan.

PLTU dengan menggunakan bahan baku Batubara ini banyak disoroti oleh lembaga non-pemerintah yang fokus pada lingkungan.

Direktur Lembaga Tiga Beradik (LTB) Provinsi Jambi, Hardi Yuda mengatakan proyek-proyek PLTU batubara telah menghancurkan sumber kehidupan dan ancaman kesehatan serta keselamatan lingkungan.

Di Jambi, kata Yuda, keadaan proyek PLTU kini menjadi kompleks, salah satunya disebabkan oleh tambang batu bara, hingga saat ini 176 kecelakaan hingga membuat 112 orang masyarakat pengguna jalan meninggal dunia akibat mobilitas transportasi batu bara.

Selain itu PLTU Samaran di Kecamatan Pauh berdampak terhadap buruknya kualitas lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat, dibagian hilir Jambi Kawasan percandian Muara Jambi dijadikan terminal penyimpanan stockfile batubara.

“Ditengah buruknya situasi tersebut, pemerintah masih bersi kukuh untuk melangsungkan pembangunan PLTU Jambi I dan PLTU Jambi II dengan daya hingga 1200 MW,” kata Yuda.

“Tidak terbayangkan jika situasi di atas tidak segera dilakukan pemulihan dan rencana pembangunan PLTU terus dilanjutkan, maka sudah bisa dipastikan penderitaan rakyat Jambi akan semakin akut,” lanjut Yuda.

Yuda meminta kepada pemerintah Provinsi Jambi segera mengambil tindakan pro rakyat untuk kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan hidup.

Tak hanya itu, Proyek PLTU batubara yang dinilai telah banyak menghancurkan sumber kehidupan dan ancaman kesehatan serta keselamatan lingkungan juga disoroti oleh banyak lembaga yang tergabung dalam Jejaring Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB).

STuEB terdiri dari gabungan 14 lembaga non-pemerintah yang berasal dari 10 provinsi di Pulau Sumatera. STuEB melakukan aksi di depan Kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang juga merupakan sekretariat Just Energy Transition Partnership (JETP).

“Aksi simpati itu dilaksanakan dengan tujuan untuk memberikan masukan kebijakan (policy brief) untuk transisi energi Pulau Sumatera kepada Sekretariat JETP sekaligus dimaksudkan untuk mengabarkan bagaimana dampak dari beroperasinya PLTU batubara di Pulau Sumatera,” kata Yuda.

Anggota STuEB, Sumiati Surbakti dari Yayasan Srikandi Lestari menyampaikan bahwa dampak kesehatan yang dialami warga di ring satu PLTU batubara sangatlah serius dan harus menjadi perhatian dan pertimbangan mendasar untuk segera mempensiunkan PLTU batubara di Sumatera.

“Beroperasinya PLTU Pangkalan Susu di Sumatera Utara membuat 333 orang mengalami penyakit kulit, ISPA, hipertensi, paru hitam dan tiroid,” kata Sumiati.

Alfi Syukri perwakilan dari LBH Padang yang merupakan jejaring STuEB mengatakan, tidak hanya jakarta yang mengalami polusi, daerah sekitar PLTU juga mengalaminya.

Salah satunya di sijantang koto (sawahlunto) tempat beroperasinya PLTU Ombilin dari tahun 1996, lalu PLN dan IDI (ikatan dokter Indonesia) melakukan cek kesehatan 53 orang murid SD Sijantang tahun 2017 dengan hasil telah menyebabkan 33 orang murid mengalami gangguan fungsi paru.

Dampak kesehatan ini selaras dengan data kesehatan dengan data BPS bahwa ISPA selalu masuk penyakit 10 besar di Kecamatan Talawi dan 3 kecamatan lainnya di sawahlunto. Setelah peristiwa tersebut telah diberikan sanksi proper hitam pada tahun 2018.

“Namun tidak ada sikap yang serius memperhatikan, menanggulangi dan memulihkan kesehatan sampai saat ininl (sudah 5 tahun dari sanksi) oleh pihak PLTU maupun pemerintah kota sawahlunto,” kata Alfi Syukri.

Lanjut Alfi, hal tersebut bisa dilihat dari tidak adanya informasi tentang kualitas udara (PM 2,5) dan bagaimana SOP untuk menanggulangi kesehatan. Situasi urgent ini membuat PLTU Ombilin harus dipensiunkan dan seluruh masyarakat serta lingkungan secepatnya untuk dipulihkan karena hak atas kesehatan berkaitan dengan nyawa.

“Tidak ada harga yang pantas sampai mengorbankan hak atas kesehatan,” kata Alfi Syukri.

Sementara, Boni Bangun Koordinator Sumsel Bersih menyatakan bahwa aktivitas pembuangan limbah B3 berupa abu (Fly ash dan Bottom ash) hasil dari aktivitas PLTU Keban Agung di areal terbuka menimbulkan pencemaran udara di sekitar Desa Muara Maung Kabupaten Lahat Provinsi Sumatera Selatan.

“Dampaknya, kesehatan masyarakat dipertaruhkan, terutama gangguan pernapasan,” kata Boni.

Lanjut Boni, bahwa PLTU batubara Tenayan Raya di Pekanbaru Riau menjadi salah satu pencemar utama Sungai Siak yang mengakibatkan nelayan Okura kehilangan mata pencaharian.

Wira Ananda perwakilan dari LBH Pekanbaru menyatakan bahwa berdasarkan laporan pelaksanaan persyaratan dan kewajiban izin lingkungan PLTU Tenayan Raya periode semester I tahun 2020 hasil pemantauan kualitas air permukaan di perairan sekitar jetty diketahui melebihi baku mutu lingkungan hidup.

Olan Sahayu, Direktur Program dan Juru Kampanye Energi Kanopi Hijau Indonesia yang juga menjadi juru bicara STuEB menyatakan dua dokumen yang disampaikan ke Sekretariat JETP yaitu pemensiunan segera PLTU batubara di Sumatera dan demokratisasi energi, seharusnya menjadi dokumen pandu dalam proses penyusunan skema transisi energi yang sedang disusun oleh Sekretariat JETP.

“Transisi energi harus menitikberatkan pada penutupan PLTU batubara yang terbukti telah menyengsarakan rakyat di tapak dan PLTU juga merupakan kontributor emisi karbon yang memperparah krisis iklim,” kata Olan. (Kho/*)