JAKARTA, AksesNews – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengklarifikasi pernyataan Sudirman Said tentang pertemuan Presiden Joko Widodo dengan bos Freeport McMorran James R Moffett dan berbagai isu tidak bertanggung jawab terkait pengambilalihan 51 persen saham PT Freeport.
Pertemuan itu, Sudirman menyebut, dilakukan tanggal 6 Oktober 2015 di Istana Negara bersama dirinya. Jonan menegaskan, perundingan yang menghasilkan pengambilalihan 51 persen saham Freeport itu baru dihitung sejak dirinya memimpin langsung perundingan dengan CEO Freeport McMoran.
Pernyataan Sudirman membuat Jonan angkat bicara. Menurutnya, sebagai mantan menteri, seharusnya Sudirman tidak perlu berkomentar di depan media. “Kalau mantan itu, sebaiknya enggak komentarlah,” kata Jonan, melansir kumparan.com, Kamis (21/02/2019) kemarin.
Jonan membandingkan sikap Sudirman dengan dirinya yang juga mantan menteri. Dikatakannya, sebagai mantan Menteri Perhubungan, hingga saat ini ia tidak pernah berkoar-koar tentang apa yang terjadi di lembaganya dulu.
Padahal, ia bisa saja berkomentar lebih keras, jelas, dan detail tentang tempat yang pernah didudukinya sebelum menjabat sebagai Menteri ESDM, termasuk mengomentari Menteri Perhubungan saat ini, Budi Karya Sumadi. Jonan tidak koar-koar karena tidak etis.
“Saya enggak akan (koar-koar). Saya berhenti sebagai Menhub, komentar enggak? Enggak sama sekali. Sampai sekarang saya tidak komentar tentang Pak Menhub yang sekarang. Jadi, yang gaduh kan yang komentar. Kalau saya dua tahun (menjadi Menteri ESDM) kan enggak gaduh,” jelasnya.
BACA JUGA: Eks-Menteri ESDM Ungkap Pertemuan ‘Rahasia’ Jokowi dengan Bos Freeport
Selain itu, Jonan juga mengemukakan, waktu dirinya ditugaskan sebagai Menteri ESDM oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Oktober 2016, Presiden arahannya jelas, agar dirinya mencoba menyelesaikan perundingan dengan Freeport.
“Saya sempat tawarakan Presiden untuk bertemu CEO Freeport McMoran, waktu itu sudah Richard Adkerson (bukan James Moffet), tapi Presiden tidak mau bertemu,” kata Jonan.
Menurutnya, arahan Presiden kepada dirinya sudah jelas, harus divestasi 51%, bangun smelter, mengubah KK (Kontrak Karya) jadi IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) dan penerimaan negara harus lebih besar.
“Sudah itu saja. Lalu kita di Tim Menteri yang berunding dengan Freeport, yang hasilnya sudah kita ketahui semua,” ungkapnya.
Oleh karena itu, tegas Jonan, apabila ada pertemuan, perundingan atau surat yang terjadi sebelumnya, hal tersebut sudah tidak relevan karena tidak lagi dijadikan dasar perundingan.
“Dengan ditugaskannya saya jadi Menteri ESDM, perundingan start dari nol. Dan perundingan atau surat sebelum-sebelumnya tidak dijadikan dasar lagi. Kalau seandainya dijadikan dasar, enggak mungkin dong kita bisa dapat divestasi 51%,” tegasnya.
“Jadi apa yang ditulis di surat saat pendahulu-pendahulu saya jadi itu tidak dipakai, kita hanya berunding dengan basis baru. Jikalau toh ada pertemuan itu, kan enggak relevan, kan tidak kita pakai juga,” tambah Jonan.
Saat ditanya mengenai kemungkinan pertemuan CEO Freeport McMoran, Richard Adkerson, dengan Presiden Jokowi, Menteri ESDM Ignasius Jonan memastikan, Presiden tidak pernah menerima Richard Adkerson secara khusus untuk membahas masalah Freeport. Pertemuan hanya terjadi saat selesainya divestasi 51% Freport pada 21 Desember 2018 lalu.
“Presiden tidak pernah menerima Freeport secara khusus di zaman saya. Sampai ditandatanganinya IUPK baru ketemu dengan Presiden, itu saja,” pungkasnya.
SUMBER: setkab.go.id