Beranda Akses Perjuangan Perempuan Desa di Jambi yang Berdayakan Sampah Sungai Batanghari

Perjuangan Perempuan Desa di Jambi yang Berdayakan Sampah Sungai Batanghari

Wenny Ira Reverawati, Penerima Apresiasi dari Astra tingkat Provinsi 2021.
Wenny Ira Reverawati, Penerima Apresiasi dari Astra tingkat Provinsi 2021.

JAMBI, AksesNews – Wenny Ira Reverawati yang merupakan penerima apresiasi tingkat Provinsi tahun 2021 atas inisiasinya sebagai “Pemberdayaan wanita desa lewat daur ulang sampah” menceritakan kisah dan perjuangannya hingga mendapat apreasi tersebut.

Perempuan kelahiran Desa Pematang Kancil, Kecamatan Pamenang, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi ini awalnya melihat banyaknya sampah yang mencemari di Sungai Batanghari, tepatnya di Desa Penyengat Olak, Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten Muaro Jambi.

Terlebih, sampah yang paling banyak tertumpuk berada di ujung Jembatan Aurduri I yang merupakan pembatas wilayah Kota Jambi dengan Kecamatan Jambi Luar Kota. Padahal, menurut Wenny Sungai Batanghari sebagai sumber penghidupan warga desa setempat.

Sungai Batanghari masih menjadi penyuplai utama kebutuhan air sehari-hari warga di sana. Untuk mencuci pakaian bagi ibu-ibu rumah tangga, juga tempat mencari penghasilan bagi bapak-bapak di sana, ada juga yang memancing dan memasang jala.

Atas kondisi tersebut, melalui partisipasinya di tim Community Development, Wenny aktif menggarap proyek Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (PPM) dan mengamati berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat, kemudian secara bersama-sama mengurai masalah sehingga ditemukan solusi.

Sebelum itu, Wenny bersama tim sudah melakukan observasi di Desa Penyengat Olak dan melihat adanya diskriminasi gender saat pertama kali masuk di desa pesisir tersebut yang selama ini jadi perhatian utamanya.

“Kita mengajak para ibu-ibu di sana untuk membuat sebuah aksi penyelamatan Sungai Batanghari yang dibarengi dengan pemanfaatan limbah rumah tangga sebagai bahan kerajinan daur ulang,” kata Wenny kepada AksesJambi.com, Senin (14/08/2023).

Aksi tersebut kemudian dinamai sebagai, Sekolah Bank Sampah Perempuan Penyengat Olak. Sesuai namanya, Sekolah Bank Sampah ini seperti sekolah tempat para perempuan setempat belajar mengubah sampah menjadi karya-karya kriya yang bernilai.

Sehingga, sampah-sampah yang dulunya berakhir di aliran Sungai Batanghari, kini menjadi rupa-rupa barang kerajinan yang menyumbang pemasukan tambahan bagi para emak-emak di sana. Berkat dukungan itu juga, perjuangan Wenny dianugerahi penghargaan dari Astra Indonesia.

Wenny berharap, dalam catatannya di dalam suatu lingkungan masyarakat dibutuhkan sosok patron yang terus mengkampanyekan dan peduli terhadap lingkungan, terutama mengenai sampah.

“Pada suatu wilayah itu, memang harus ada namanya Patron (Tokoh) ataupun aktivis yang terus mensosialisasikan terkait sampah ini, yang menjadi kendala kita ini, masyarakat kita ini pragmatis, jika tidak melihat nilai ekonomisnya, maka tidak ada yang mau bergerak,” katanya.

Selain itu, Wenny juga mengatakan bahwa peran pemerintah harus berkesinambungan dalam mewujudkan masyarakat peduli lingkungan. Pemerintah yang lama dan yang baru harus diteruskan, sehingga masyarakat pun juga turut konsisten dalam penerapannya.

Dirinya juga meminta kepada masyarakat untuk meningkatkan kapasitas dalam mengetahui pentingnya pengolahan sampah, sehingga menimbulkan jiwa kewirausahaan.

“Saya cuma minta masyarakat bisa meningkatkan kapasitasnya, percuma kita terus publikasi terkait sampah ini, tapi masyarakat tidak mau meningkatkan kapasitasnya,” pungkasnya. (Bahara Jati/*)