Beranda Akses Mantan Ketua KPK di Jambi: dari Soal Suap, Gratifikasi hingga Kasus OTT

Mantan Ketua KPK di Jambi: dari Soal Suap, Gratifikasi hingga Kasus OTT

JAMBI, AksesNews – Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke 2 tahun 2007-2009, Antasari Azhar datang ke Jambi menjadi pembicara dalam kuliah umum dalam rangka menyikapi hari anti korupsi di Universitas Adiwangsa Jambi (Unaja), Kota Jambi, Rabu (12/12/2018).

Dalam kuliah tersebut, Antasari menjelaskan alasan kenapa Indeks Korupsi di Indonesia masih tinggi dibandingkan beberapa negara seprti Singapura dan Hongkong, padahal negara-negara tersebut juga memiliki tingkat korupsi yang tinggi. Tetapi, Antasari menjelaskan bahwa penilaian Indeks Korupsi itu dinilai dari bagaimana pelayanan publik dalam pencegahan korupsi.

Antasari mengatakan, di dalam kasus korupsi, KPK tidak lagi menggunakan menstra, padahal menstra itu harus karena ada latar belakang kejadian, kejadian dan pasca kejadian. Selain itu, di dalam hukum acara pidana, untuk memastikan suatu tersangka, harus memiliki dua alat bukti.

Lanjutnya, esensi Tipikor menyakup dua unsur yaitu melawan hukum dan penyalahan wewenang. Antara keduanya banyak kesalahan persepsi di tengah masyarakat bahkan penegak hukum sehingga membuat tumpang tindih di dalam kasus korupsi.

Menurutnya, kalau melawan hukum itu yang melanggar aturan di luar aturan yang ada, sedangkan penyalahan wewenang apabila kurang di dalam kewenangan yang diembannya.

“Itulah KPK tidak transparansi dalam menjelaskan perkara. Setelah OTT harus di bawa ke kantor KPK, langsung dijelaskan ini yang menerima dan ini yang memberi, jelaskan motifnya apa, korupsi atau suap. Kalau gratifikasi yang bisa di hukum diatur di Undang-undang nomor 21, karena itu bicara dalam pemberian hadiah,” kata Antasari.

Pandangan Antasari Azhar Terkait Kasus OTT yang Ditangani KPK

“Cuma yang perlu setelah tertangkap tangan, KPK kedepan jelaskan kepada publik ini apakah suap menyuap apakah pemerasan oleh pejabat, apakah gratifikasi. Kenapa itu perlu dijelaskan, kalau gratifikasi dilaporan ke KPK itu kan percuma. Karena hilang unsur pidananya. Jadi KPK perlu transparannya,” tambahnya.

Selain itu, mantan Ketua KPK mengatakan dalam pencegahan korupsi ini, KPK perlu proaktif memberi penjelasan kepada masyarakat. Pada hal OTT, Tangkap Tangan itu sebagai awalnya, setelah itu di bawa ke kantor KPK, terus diperiksa, setelah diperiksa Ia (yang ditangkap) membuka semuanya.

“KPK hanya menanyakan saja, kalau banyak, itu pengembangannya, kalau di Provinsi Jambi hanya satu orang yang terlibat, ya satu orang saja, jangan libatkan dengan yang lain,” jelas Antasari.

Terkait regulasi Korupsi, Antasari menolak untuk di revisi, karena undang-undang Tipikor itu adalah lex spesialis bukan lex generalis. Selain itu, dalam penegakan hukum pada korupsi ini, apabila penegak hukumnya bobrok tidak akan bisa juga menyelesaikan permasalahan korupsi di Indonesia walaupun aturannya bagus.

“Beri saja saya 10 penegak hukum yang baik, walaupun peraturan acak-acakan, saya siap menegakan hukum di indonesia ini. Tapi sebaliknya, peraturan baik penegak hukumnya bobrok, saya tidak bisa. Artinya manusianya yang harus diperbaiki,” tegas Antasari. (Alpin)