Beranda Akses Sawit, Fenomenamu Kini

Sawit, Fenomenamu Kini

Oleh: Septie Wulandary, SST, M.Stat
Oleh: Septie Wulandary, SST, M.Stat

ARTIKEL, AksesNews – Sawit merupakan komoditas yang sangat strategis dan kian “seksi” untuk diperbincangkan. Gejolak harga sawit dalam beberapa bulan terakhir menjadi polemik dalam berbagai sendi perekonomian Indonesia.

Masyarakat Indonesia belum lama ini dikejutkan dengan kenaikan harga minyak goreng yang cukup tinggi. Bermula pada akhir tahun 2021 hingga saat ini. Bahkan sempat terjadi kelangkaan minyak goreng di berbagai daerah saat pemerintah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng premium Rp 14 ribu per liter.

Ketika pemerintah mencabut HET, harga minyak goreng pun melonjak dan tidak tejadi lagi kelangkaan minyak goreng. Harga minyak goreng kemasan saat ini sudah turun, namun masih di atas Rp. 18 ribu per liter, sedangkan minyak goreng curah kisaran Rp 15 ribu per liter.

Dikutip dari Kompas.com (26/11/2021), Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan mengatakan kenaikan harga minyak goreng sejak akhir 2021 lalu disebabkan oleh kenaikan haga CPO dunia dan harga minyak nabati dunia yang cukup signifikan. Selain itu juga karena tingginya konsumsi CPO untuk biodiesel dalam program B30, serta dampak dari Pandemi Covid-19 yang belum usai.

Kelangkaan dan lonjakan harga minyak goreng mendorong pemerintah mengambil sikap dengan menerapkan peraturan mengenai larangan sementara ekspor CPO dan turunannya sejak 28 April yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 22 Tahun 2022. Akan tetapi, dampak dari peraturan ini mulai dirasa petani sawit.

Harga Tandan Buah Segar (TBS) menjadi anjlok hingga 35-45 %, karena harga CPO yang terus turun seiring dengan turunnya harga minyak dunia. Serta karena kapasitas penyimpanan CPO di pabrik pengolahan kelapa sawit sudah hampir penuh, sehingga pembelian TBS milik masyarakat pun terhambat (portal.beltim.go.id, 11 Mei 2022).

Berdasarkan data dari Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, harga TBS di Jambi Bulan Juni Rp 2.984, menurun 26 persen dari bulan sebelumnya, yaitu Rp 4.038 (infosawit.com). Hal ini menyebabkan Nilai Tukar Petani Perkebunan Rakyat (NTPR) Juni 2022 khususnya komoditas kelapa sawit turun sebesar 4,62 persen dari bulan sebelumnya, yakni menjadi 134,54 (BPS, 2022).

NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di pedesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi.

Sawit merupakan komoditas strategis di Provinsi Jambi. Tercatat kontribusi perkebunan dalam PDRB Jambi sebesar 21,34 persen di tahun 2021 atau senilai 50 triliun rupiah, yang merupakan kontributor terbesar terhadap pembentukan nilai tambah lapangan usaha (BPS, 2022).

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas hasil perkebunan yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Jambi dan Indonesia, karena kemampuannya menghasilkan minyak nabati yang banyak dibutuhkan sektor industri.

Minyak kelapa sawit dapat digunakan untuk beragam peruntukan, diantaranya minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Persentase ekspor minyak nabati Januari – Mei 2022 di Jambi sebesar 10,68 persen atau terbesar keempat setelah minyak dan gas (migas), karet olahan, dan batu bara. Nilainya mencapai 15 juta dolar di Bulan Mei 2022.

Pada tahun 2021, tercatat luas area kelapa sawit di Jambi adalah 1.083.746 hektar, dengan produksi CPO sebesar 2.550.848 ton (bps.go.id). Luas area kelapa sawit di Jambi terus bertambah dengan nilai produksi yang fluktuatif, naik dan turun. Tercatat luas area di tahun 2020 seluas 1.074.600 hektar dengan produksi 3.022.600 ton.

Peranan penting sawit dalam perekonomian Jambi menyebabkan komoditas ini menjadi perhatian dan program pemerintah. Melihat begitu besarnya peran produk ini, diharapkan pemerintah mampu mengatasi turunnya harga sawit dan turunnya produksi sawit.

Produksi sawit yang turun bisa disebabkan karena pola kemitraan dalam pengelolaan kebun yang dihadapi perusahaan besar, yang biasanya memiliki tingkat produktivitas yang rendah. Selain itu, adanya konflik antara perusahaan dan masyarakat juga menyebabkan produksi sawit turun.

Harapan ke depannya adalah adanya solusi untuk meningkatkan produktivitas sawit yang berpola kemitraan serta penyelesaian konflik agar pengelolaan kebun kembali intensif, sehingga meningkatkan produksi sawit. Semoga harga sawit kembali normal agar petani juga ikut merasakan kesejahteraan.

Biodata Penulis:
Nama : Septie Wulandary, SST, M.Stat
NIP : 19850925 200902 2 008
Pangkat/Golongan: Penata Tingkat I (IIId)
Jabatan: Fungsional Statistisi Ahli Muda (Staf Seksi Statistik Pertanian)
BPS Provinsi Jambi
Pendidikan Terakhir: Magister Statistika Terapan di Universitas Padjadjaran, Bandung
No. Hp: 0852 1666 0751