JAMBI, AksesNews – Perempuan merupakan produsen utama dalam praktik pertanian tradisional. ketrampilan dan praktik lokal mereka sangat penting untuk memastikan ketahanan pangan bagi rumah tangga dan juga masyarakat. Namun, praktik ini belum mendapatkan pengakuan dan dilindungi oleh negara sehingga perempuan mengalami pemiskinan dan rentan dikriminalisasi.
Seperti Hasil tracking media yang dikumpulkan Beranda Perempuan, sepanjang tahun 2023-2024. sekitar 2 orang perempuan di tuntut hukuman penjara karena membuka lahan dengan cara merun secara tradisional.
Perempuan tersebut adalah Sona Binti Kulupmat, masyarakat perempuan Talang Mamak di Desa Sanglap, Kecamatan Batang Cenaku Kabupaten Indra Giri Hulu dan Dewita, Perempuan petani kecil di Desa Pemayungan Kabupaten Tebo, Jambi, berniat membersihkan lahan untuk ditanami padi malah masuk jeruji.
Apa yang dialami oleh dua perempuan ini juga dikhawatirkan rentan dialami oleh banyak perempuan yang tinggal dekat dengan kawasan konsesi ditengah semakin nya isu perubahan iklim dengan meningkatnya proteksi kawasan hutan dengan mengunakan aparat.
Pemerintah menerapkan kebijakan tanpa pembakaran (zero burning policy) tanpa membedakan antara deforestasi skala besar yang banyak terjadi dilahan konsesi dengan pembakaran skala kecil yang turun temurun dilakukan oleh masyarakat adat.
Kasus ini mengambarkan realitas hukum yang patriakhis-ketika Informasi aturan terutama terkait agraria dan iklim sering kali tidak disampaikan dengan cara yang mudah diakses oleh perempuan. terutama bagi perempuan petani dan perempuan adat yang mengantungkan hidupnya dari sumber daya hutan dan lahan.
Hasil Temuan beranda Perempuan di Komunitas Batin sembilan di Dusun Tanjung Lebar Kabupaten Muaro Jambi mengeluhkan, banyak perempuan memilih tidak menanam dan terpaksa harus membeli beras dengan harga dua kali lipat lebih mahal. perempuan terpaksa bekerja serabutan untuk membeli beras dengan bekerja menjadi buruh dikebun milik perusahaan.
Pemerintah lebih banyak berkomunikasi dengan laki-laki sebagai kepala keluarga sehingga perempuan sering terpinggirkan dari diskusi mengenai hukum bahkan perempuan samasekali tidak mendapatkan akses mengenai teknologi, modal dan pengetahuan mengenai iklim dan pertanian.
Padahal perempuan memiliki inisiatif dan pengetahuan lokal dalam merespon situasi krisis iklim, baik adaptasi maupun mitigasi. misalnya, komunitas perempuan Batin sembilan masih mengembangkan varietas bibit padi lokal seperti padi kumpai, pulot dan kuning yang toleran terhadap iklim, mereka saling bertukar benih dengan perempuan pendatang.
Proyek-proyek iklim yang dilakukan justru tidak melibatkan perempuan, bahkan tidak meminta persetujuan perempuan, mulai dari perencanaan sampai pelaksanaannya. Hal ini berbuntut pada munculnya permasalahan-permasalahan baru yang dialami oleh perempuan.
Proyek seperti Food Estate justru lebih mengedepankan kepentingan dan penguasan lahan bagi korporasi besar menghilangkan akses dan pengelolaan bagi petani kecil seperti perempuan.
kehilangan atas sumber penghidupan akan berdampak menurunnya daya perempuan dalam mengakses layanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan.
Komunitas perempuan orang rimba dan talang mamak yang menjadi fokus pendampingan Warsi dan Pundi Sumatera. Fasilitas kesehatan bagi perempuan masih sangat buruk dan masih terdapat kasus stunting
Data yang dihimpun Beranda Perempuan, sepanjang tahun 2022-2025 terjadi 4 kasus kematian Bayi meninggal dunia karena ketiadaan layanan rumah sakit dan tenaga bidan yang dapat dijangkau oleh komunitas adat batin sembilan di Dusun Tanjung Lebar, Kabupaten Batanghari Jambi. Kondisi ini juga diperburuk dengan hilangnya pengetahuan dan sumber tanam-tanaman obat yang biasa dikelola oleh perempuan.
Akses atas pendidikan bagi perempuan adat juga masih pada angka rendah, bukan semata karena budaya namun belum banyak upaya yang pemerintah lakukan untuk mengintervensi akar dari permasalahan tersebut.
Diskriminasi masih terjadi. Pendidikan tinggi masih menjadi satu hal yang tak terjangkau bagi Perempuan adat, apalagi atas peluang untuk memperoleh pekerjaan yang layak.
Karena itu, kami organisasi masyarakat sipil, komunitas menuntut beberapa hal sebagai berikut :
- Mengakui dan melindungi praktik tradisional perempuan dalam pengelolaan pangan yang lebih adaptif dengan memberikan dukungan modal, teknologi dan pengetahuan inovasi
- Mencabut kebijakan yang dapat mengkriminalisasi perempuan adat dan perempuan petani yang menjalankan metode bertani secara tradisional dan mengembangkan regulasi yang berpusat pada pengetahuan dan pengalaman perempuan
- Memberikan Layanan kesehatan yang mudah di jangkau secara berkala dengan tenaga dokter dan bidan. Serta dukungan atas biaya pendidikan dan peluang kesempatan bekerja bagi Perempuan adat
- Memberikan dukungan atas inisiatif iklim yang dijalankan oleh komunitas perempuan yang lebih adaptif terhadap iklim sebagai solusi nyata dalam mengatasi iklim
- Batalkan Proyek Food Estate yang menghilangkan akses bagi perempuan petani kecil
Siaran Pers ini dibuat bersama dengan beberapa lembaga sebagai berikut : - Beranda perempuan
- Cappa
- Gita Sada
- Kohati
- Perkumpulan Hijau
- Pundi Sumatera
- Setara
- Warsi
- G cita. (Rls/*)