Konferensi pers terkait tindakan kriminalisasi oleh perusahaan terhadap petani Serikat Tani Kumpeh, salah satu korban sedang menceritakan apa yang dialaminya saat kejadian.
JAMBI, AksesNews – Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Wilayah Jambi, mengecam tindakan kriminalisasi oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Fajar Pematang Indah Lestari (PT FPIL), terhadap kaum tani yang tergabung dalam Serikat Tani Kumpeh (STK) Desa Sumberjaya, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muarojambi.
Koordinator KPA Wilayah Jambi, Fransdoddy menyampaikan, kronologis kejadian pada Rabu malam (01/02/2023), PT FPIL melakukan penganiayaan kepada salah seorang petani STK. Doddy menuturkan, pada waktu itu sekitar pukul 20.00 WIB, kurang lebih 18 orang dari pihak perusahaan mendatangi lahan garapan Serikat Tani Kumpeh, dengan membawa alat berat.
Saat itu, 9 (sembilan) orang petani termasuk Ketua Serikat Tani Kumpeh, Bahusni, sedang berjaga di salah satu posko mereka, lalu melakukan dialog dan penghadangan terhadap belasan orang yang mereka duga kuat adalah orang suruhan perusahaan untuk masuk ke lahan garapan mereka.
Namun informasi terkait lokasi jembatan penghubung Desa Sumber Jaya tidak didapatkan oleh orang yang ditugaskan PT FPIL tersebut. Dua dari belasan orang itu lalu mengayunkan senjata ke arah petani, hingga menusuk punggung salah seorang petani. Dengan bantuan petani lain, penusukan tidak berlanjut, tetapi pelaku masih terus mengancam dengan senjata tajam tersebut.
Ketika petani lainnya yang mendengar kegaduhan ini mulai berdatangan, para pelaku melarikan diri ke mobil bak terbuka. Mobil melaju dengan kencang, hingga menabrak gerbang perusahaan dan merusak dua unit sepeda motor milik petani.
Mobil itu akhirnya terjebak di jalan hancur di desa tetangga, sehingga para pelaku melarikan diri dan meninggalkan mobil, sambil mengayunkan senjata tajam ke arah petani yang mendekat. Di mobil, petani menemukan pakaian Satpam dan beberapa identitas yang mengarah ke PT FPIL.
KPA Wilayah Jambi menyayangkan teror tindakan refresif dan perusakan serta kriminalisasi oleh pihak perusahaan terus terjadi secara berulang, tanpa ada respon yang tegas dari pemerintah. Kekerasan PT FPIL terhadap petani Serikat Tani Kumpeh telah berlangsung sejak akhir 2021, dimana mereka dipidanakan oleh PT. FPIL. Berlanjut ke Maret 2022, ketua Serikat Tani Kumpeh (Bahusni) digugat secara perdata. Selanjutnya, Juli 2022, Bahusni ditetapkan sebagai tersangka yang dilaporkan oleh PT. FPIL.
“Tindakan tindakan kriminalisasi ini tentu kontraproduktif dengan komitmen pemerintah menjalankan reforma agraria. Negara seperti lupa dengan janji dan komitmen mereka. Pasalnya, tanah garapan petani tersebut telah berstatus lokasi prioritas penyelesaian konflik. Bahkan presiden telah mengintruksikan kepada seluruh jajaran lembaga/kementerian untuk menjaga kondusifitas wilayah wilayah LPRA (lokasi prioritas reforma agraria) selama proses penyelesaian,” kata Fransdoddy saat melakukan konferensi pers di Jambi, Rabu (08/02/2023).
Dalam konferensi pers ini, KPA Wilayah Jambi juga menghadirkan para korban kriminalisasi tersebut, termasuk Irwansyah, petani yang menyebut bahwa dirinya menerima tikaman dari pihak perusahaan di bagian punggung. Mereka membenarkan kronologis yang dijelaskan KPA Wilayah Jambi, dan mereka berharap pihak terkait bisa segera menyelesaikan persoalan ini secara tuntas.
Fransdoddy mengatakan, tindakan perusahaan merupakan tindakan kriminal yang menggunakan cara premanisme, sebab tidak didasari landasan hukum yang jelas. HGU yang dimiliki oleh PT FPIL diperoleh secara tidak sah. Area yang diklaim sebagai HGU PT FPIL ini merupakan lahan garapan warga sejak tahun 1960. Proses perampasan lahan telah berlangsung sejak (1998-2005), yang dilakukan oleh PT Permata Tusau Putra (PT PTP).
Bahkan, KPA Wilayah Jambi menyebutkan, ketika PT PTP diakuisisi oleh PT FPIL, konflik ini terus berlanjut hingga saat ini. Bersama Serikat Tani Kumpeh, lahan seluas 482 hektar didaftarkan menjadi Lokasi Prioritas Reforma Agraria. Di atas tanah tersebut, 678 KK petani STK menggantungkan hidup mereka.
Berdasar segala tindak kekerasan, represifitas, dan kriminalisasi perusahaan pada petani Serikat Tani Kumpeh yang terus berulang, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mendesak dengan segera:
- PT Fajar Pematang Indah Lestari untuk menghentikan segala tindak kekerasan, represifitas dan kriminalisasi pada para petani anggota Serikat Tani Kumpeh (STK)
- Kepolisian Republik Indonesia untuk memberi perlindungan dan menindak tegas kekerasan yang dilakukan PT Fajar Pematang Indah Lestari, terutama dengan penggunaan senjata tajam yang membahayakan nyawa petani sekaligus melindungi Lokasi Prioritas Reforma Agraria.
- Menteri ATR/BPN untuk mengevaluasi dan mencabut konsesi HGU PT Fajar Pematang Indah Lestari (FPIL) dan mempercepat redistribusi tanah bagi petani Serikat Tani Kumpeh.
- Presiden memimpin langsung dan melaksanakan reforma agraria yang sistematis agar penyelesaian konflik agraria tidak lagi menggunakan pendekatan kasus per kasus dan prosedural normatif, dengan membuat terobosan politik menyelesaikan konflik agraria dan meredistribusikan tanahnya kepada rakyat yang berhak dalam kerangka reforma agraria.
“Jadi proses kriminalisasi ini bukan sekali dua kali, pernah juga ada panggilan dalam proses perjuangan hak atas tanah ya. Dan kita mengikuti prosesnya bahwa Jambi sendiri konflik nomor dua terbesar di Indonesia, konflik agraria. Salah satu yang meletus, konflik pada bulan Februari (2023) itu di Kumpeh, di wilayah Serikat Tani Kumpeh yang sedang memperjuangkan hak atas tanahnya. Di mana proses ini juga ada rekomendasi Pansus (panitia khusus) yang menguatkan mereka. Dan rekomendasinya itu untuk BPN Muarojambi dan provinsi (Jambi) segera mengembalikan lahan itu kepada masyarakat Sumber Jaya, khususnya anggota Serikat Tani Kumpeh,” jelas Fransdoddy. (Wjs/*)