Jembatan Rusak Parah, Siswa di Bungo Bertaruh Nyawa ke Sekolah

JAMBI, AksesNews – Jembatan gantung penghubung antara Desa Teluk Pandak dan Desa Embacang Gedang di Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi kondisinya rusak parah. Jembatan penghubung dua desa berbeda kecamatan tersebut, dijadikan akses utama warga setempat pergi ke kebun dan sarana pendidikan.

Izhar Syafawie (20 tahun), yang merupakan salah satu pemuda setempat, menyebutkan kondisi jembatan gantung yang berada diatas aliran Sungai Batang Tebo tersebut sudah lama mengalami kerusakan, sehingga ia khawatir sekali kondisinya kembali menelan korban jiwa.

“Kami sangat khawatir, jembatan ini kembali memakan korban. Sudah dua kali terjadi, yang pertama yang sama motor-motornya jatuh itu meninggal 1 orang, yang 1 si pengendara motor berhasil menyelamatkan diri dengan pegangan di seling saat angin kencang itu,” kata Izhar kepada AksesJambi.com, Senin (07/10/2019).

Jembatan ini penghubung antara Desa Teluk Pandak, Kecamatan Tanah Sepenggal dengan Desa Embacang Gedang, Kecamatan Tanah Sepenggal Lintas, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi, di buat dari tahun 2016 dan baru berfungsi sejak tahun 2017 lalu dengan panjang 135 meter.

“Sejak sebulan ini, kondisi jembatan sudah sangat memprihatinkan karena sudah sangat rusak. Pijakan untuk melewati jembatan pun sudah tidak ada, banyak yang bolong-bolong sehingga sangat membahayakan keselamatan warga dan anak-anak sekolah,” jelasnya.

Padahal menurutnya, jembatan ini menjadi akses pendidikan hingga ekonomi, masyarakat setempat. Setiap harinya, jembatan tersebut digunakan warga sekitar dan pelajar untuk akses menuju sekolah MAN 3 Bungo hingga kegiatan lainnya, khususnya warga yang ingin pergi ke kebun.

“Memang banyak warga yang sering menggunakan jembatan ini, termasuk juga anak-anak yang hendak sekolah. Jembatan itu sangat dibutuhkan warga, karena warga yang mayoritas petani kalau mau ke kebun harus melewati jembatan itu,” kata Izhar.

Sebenarnya, anak sekolah bisa menggunakan getek (perahu tradisional warga setempat) namun, harus menunggu lama. Anak-anak sekolah takut terlambat, sehingga mau tak mau harus melewati jembatan tersebut. Selain itu, kalau naik getek juga memakan biaya mahal sebesar Rp 5 ribu per orang.

“Ada getek, tapi nunggunya lama. anak-anak sekolahan takut telat dan selalu dimarahin gurunya, sehingga mau gak mau harus lewat sana biar cepat meskipun berbahaya. Kalau naik getek mahal, 5 ribu per orang, dan juga lama. Bisa-bisa telat kesekolah, karena sopir perahunya harus nunggu orang penuh dulu, baru mau nyebrang,” ungkapnya.

Sampai saat ini, belum ada perbaikan apalagi pembangunan secara permanen dari pemerintah setempat untuk jembatan gantung yang kondisinya kian mengkhawatirkan itu. Padahal selain kondisi pendidikan, roda perekonomian warga di kedua desa tersebut mengandalkan akses tersebut.

Jembatan tersebut sudah sering diperbaiki oleh warga dengan alat seadanya. Dulu awalnya lantai papan, karena sering patah, lalu diganti sama kaleng (baja) itu pun sudah mulai berkarat. Selama ini, warga desa setempat sepakat untuk memperbaiki secara swadaya dan bergotong-rotong.

Warga setempat sangat berharap kepada pemerintah daerah maupun provinsi agar segera memperbaiki jembatan gantung tersebut secara permanen, sebagai akses utama penghubung antar desa sehingga tidak membahayakan warga dan anak-anak ketika melintas menuju ke sekolah. (Bjs)