Beranda Akses Transformasi Kemasan Minyak Goreng, Kini dan Nanti

Transformasi Kemasan Minyak Goreng, Kini dan Nanti

FOTO: Instagram @kemendag
FOTO: Instagram @kemendag

JAKARTA, AksesNews – Pemerintah melalui Kementrian Perdagangan (Kemendag) Republik Indonesia mewajibkan produsen, pengemas, dan pelaku usaha yang memperdagangkan minyak goreng untuk menjual minyak goreng dalam kemasan, per 1 Januari 2020 mendatang.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, mengatakan bahwa jaminan keamanan pangan dan kebersihan menjadi alasan pemberlakuan wajib kemasan tersebut. Minyak goreng dalam kemasan sudah menyertakan label sesuai ketentuan, sedangkan minyak goreng curah tidak memiliki label-label tersebut.

“Untuk itu, seluruh pelaku usaha wajib menjual minyak goreng kepada konsumen dalam keadaan terkemas dan memenuhi ketentuan yang berlaku,” kata Enggar dalam peluncuran Wajib Kemasan Minyak Goreng, Indonesia Bebas dari Minyak Goreng Curah di Sarinah, Jakarta, Minggu (06/10/2019).

Hal ini sejalan dengan penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk minyak goreng. Menurutnya, peredaran minyak curah di pasar dan penggunaan di masyarakat sangat berbahaya. Sebab, kualitas minyak tidak bisa dipertanggungjawabkan karena tidak melewati pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Saat ini, masyarakat memang masih kerap menggunakan minyak curah dalam pemenuhan kebutuhan pangan sehari-hari. Khususnya masyarakat kelas bawah dan pedagang kaki lima (PKL). Data Kemendag mencatat, setidaknya total produksi minyak goreng di dalam negeri mencapai 14 juta ton per tahun.

Dari jumlah tersebut, alokasi untuk pemenuhan kebutuhan di dalam negeri sekitar 5,1 juta ton dan sisanya untuk kebutuhan pasar luar negeri. Dari kebutuhan dalam negeri, lanjutnya, hampir 50 persen masih dikonsumsi dalam bentuk minyak goreng curah yang belum terjamin kebersihannya, baik dari sisi produksi maupun sisi distribusi.

Di sisi lain pihaknya juga mengungkapkan, Indonesia merupakan salah satu negara penghasil dan pengekspor minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) terbesar di dunia. Namun, hal tersebut perlu dibarengi dengan penyediaan minyak goreng yang bermutu sebagai produk turunan CPO untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

“Pemenuhan kebutuhan di dalam negeri ini juga diharapkan mampu menangkal kampanye negatif produk CPO Indonesia oleh Uni Eropa. Dan pada saat yang bersamaan, kita juga dapat meningkatkan kecintaan akan produksi negeri. Umur saya 68 tahun, sehat-sehat saja konsumsi minyak dari sawit kita,” katanya.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 58 Tahun 2018 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Konsumen, HET minyak goreng dibanderol di level Rp 11.500 per liter. Enggar menyebut, pihaknya telah melakukan sosialisasi kepada produsen minyak goreng kemasan agar memasok produknya ke pasar tradisional maupun ritel.

Untuk tahap awal, kata Enggar, pihaknya tidak akan menerapkan sanksi apapun apabila terjadi peredaran minyak goreng curah di pasaran. Menurutnya, apabila suplai minyak goreng curah tak tersedia maka tak akan ada kesempatan bagi pengedar minyak goreng curah untuk mengedarkan produknya di pasaran.

“Kebijakan wajib kemas minyak goreng merupakan bagian dari program strategis pemerintah yaitu program peningkatan penggunaan produk dalam negeri. Kebijakan ini sekaligus untuk mendorong masyarakat agar mengkonsumsi minyak goreng kemasan karena lebih terjamin mutu dan keamanannya,” jelasnya.

Adapun program tersebut telah dilakukan sejak 2014 melalui penerbitan kebijakan Minyak Goreng Kemasan yang mulai diberlakukan pada 1 April 2017. Namun, implementasi kebijakan ditunda dikarenakan belum siapnya produsen minyak goreng untuk memperluas unit pengemasan dan menumbuhkan industri pengemasan di daerah.

“Untuk itu, kita minta seluruh pelaku usaha wajib menjual minyak goreng kepada konsumen dalam keadaan terkemas dan memenuhi ketentuan yang berlaku. Maka dari itu kita pastikan, Januari 2020 tidak ada lagi minyak goreng curah di pasaran,” pungkasnya. (Team AJ)