JAKARTA, AksesNews – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Kepegawaian Negara (BKN), Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi berkoordinasi dalam pembenahan tata kelola Aparatur Sipil Negara.
Koordinasi ini bertujuan menindaklanjuti temuan adanya Aparatur Sipil Negara (ASN) yang melakukan kejahatan jabatan (tindak pidana korupsi) yang telah mendapatkan putusan berkekuatan hukum tetap, namun masih menduduki jabatannya.
Kondisi ini menunjukan tidak optimalnya pemberantasan korupsi karena upaya penegakan hukum yang sudah berjalan tidak menimbulkan efek jera. “Hal ini mengindikasikan adanya kelalaian administratif dan pelanggaran undang-undang yang berpotensi menimbulkan kerugian negara,” kata Ketua KPK Agus Rahardjo.
Agus mengimbau seluruh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) seperti Menteri, Kepala Daerah, dan Kepala Lembaga untuk mendukung tugas BKN, Kemendagri, dan Kemenpan-RB untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang lebih baik.
Kepala BKN Bima Haria Wibisana menyampaikan bahwa sebanyak 2.357 koruptor masih berstatus pegawai negeri sipil meskipun perkara mereka sudah berkekuatan hukum tetap. Temuan ini berawal saat BKN berupaya melaksanakan pendataan ulang pegawai negeri sipil tahun 2015 untuk mendapatkan data yang akurat, terintegrasi agar terciptanya pengelolaan dan pengembangan sistem informasi kepegawaian.
“Saya ingin pencegahan korupsi pada aspek reformasi birokrasi berjalan dengan maksimal,” ujar Bima. Sesuai dengan kewenangan BKN, sebagaimana dimaksud pada Pasal 49 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, telah dilakukan pemblokiran data PNS pada data kepegawaian nasional. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi potensi kerugian keuangan negara. Ia berharap masalah ini bisa selesai pada akhir tahun 2018.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan pihaknya akan serius menyikapi temuan itu. Berdasarkan UU no 23 tahun 2014 tentang Pemerinah Daerah, Pemerintah Pusat akan melakukan pembinaan dan pengawasan (Binwas) terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah.
Tjahjo bahkan mencabut sebuat Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Tahun 2012. Surat edaran tersebut tidak mewajibkan pemberhentian ASN yang telah menjalani hukuman pidana disebabkan tindak pidana korupsi atau kejahatan jabatan lainnya.
Pemerintah Pusat juga mewajibkan Pemerintah Daerah untuk melaporkan secara berkala PNS yang tersandung kasus korupsi. Kemendagri menegaskan agar pengawasan oleh Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) lebih ditingkatkan agar dapat mencegah penyalahgunaan wewenang dengan skandal korupsi. “Ini juga bisa menyelamatkan negara agar tidak dirugikan 2 kali. Sudah dikorupsi tapi kita masih memberikan gaji kepada koruptor yang masih tercatat sebagai PNS,” ujar Tjahjo.
Sekretaris Menteri PAN-RB Dwi Wahyu Atmaji mengatakan akan segera membuat surat pemberhentian untuk ASN yang sudah divonis dan berkekuatan hukum tetap. Selain itu, bersama Kemendagri, pihaknya akan merumuskan sanksi yang bisa diberikan kepada PPK yang tidak melaksanakan aturan hukum yang sudah jelas. “Kami akan terus memantau dan mengawai pelaksanaannya,” kata Dwi.
SUMBER: kpk.go.id