JAKARTA, AksesNews – Tanoto Foundation melalui Program PINTAR bekerja sama dengan Kemristekdikti, Kemenag, dan 10 Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), melatih 252 dosen pedagogi untuk menyiapkan calon guru yang berbudaya baca. Pelatihan yang berlangsung dari Januari-Maret 2019 ini, memfasilitasi para dosen mengembangkan beragam kegiatan budaya baca dan menerapkan perkuliahan yang menekankan pada kegiatan praktik.
Dalam pelatihan budaya baca tersebut, para dosen diajak mempraktikkan kegiatan membaca buku bacaan selama 15 menit, membacakan cerita untuk siswa kelas awal, mengembangkan sudut baca di kelas, dan mengembangkan ide-ide untuk membantu budaya baca terwujud di sekolah dan madrasah dampingan LPTK.
Direktur Pembelajaran, Ditjen Belmawa, Kemristekdikti, Dr. Paristiyanti Nurwardani menyebutkan pelatihan budaya baca untuk dosen ini sangat tepat untuk menumbuhkan kebiasaan mahasiswa calon guru senang membaca. Apalagi kegiatan budaya membaca ini juga sudah dilaksanakan di sekolah-sekolah.
Menurutnya, LPTK perlu menyiapkan calon guru yang sudah berbudaya membaca. Guru yang cinta baca akan menjadi guru yang dapat mengakses jendela dunia IPTEKS. Guru cinta baca akan mempunyai pola pikir dan pola tindak yang komunikatif, kolaboratif, punya kompetensi critical thinking dan creative thinking.
“Jadi saya sangat mendukung kegiatan membaca buku bacaan setiap hari di kampus. Mahasiswa calon guru akan merasakan manfaat dari membaca dan bisa ditularkan pada siswanya kelak,” tukasnya di Jakarta, Jumat (05/04/2019) kemarin.
Sementara itu, Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam, Kemenag, Prof. Dr. Arskal Salim menyampaikan pentingnya seorang dosen dan guru agar mampu mendorong siswa senang membaca. Kemampuan membaca akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan siswa dalam merespons berbagai hal di lingkungannya.
“Saya sangat setuju dengan pendekatan Program Pintar Tanoto Foundation yang melatih dosen, guru, dan kepala sekolah khususnya untuk mengembangkan budaya baca. Karena, budaya baca adalah cara paling efektif untuk meningkatkan keterampilan berpikir siswa. Siswa yang senang membaca akan lebih siap untuk belajar,” katanya.
Selain melatih para dosen, menurut Stuart Weston, Direktur Program PINTAR Tanoto Foundation, para kepala sekolah dan guru-guru di 90 sekolah dan madrasah mitra LPTK juga dilatih praktik baik dalam pembelajaran, manajemen berbasis sekolah dan budaya baca. Sekolah dan madrasah mitra LPTK tersebut dipersiapkan untuk menjadi tempat praktik mengajar yang baik bagi mahasiswa calon guru.
“Bila mahasiswa praktik mengajar di sekolah yang baik, harapannya mereka bisa memiliki pengalaman mengajar yang baik. Ketika mereka menjadi guru maka sudah terbiasa untuk mengembangkan pembelajaran aktif dan budaya baca,” katanya.
Program PINTAR saat ini sudah diimplementasikan di 10 LPTK yang tersebar di 5 provinsi. 10 LPTK tersebut adalah Universitas Mulawarman, IAIN Samarinda (Kalimantan Timur), Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), UIN Walisongo (Jawa Tengah), Universitas Jambi, UIN Sultan Thaha Saifuddin (Jambi), Universitas Riau, UIN Sultan Syarif Kasim (Riau), Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, dan UIN Sumatera Utara.
Mahasiswa PGSD Membaca Setiap Hari
Implementasi hasil pelatihan tersebut sudah mulai dirasakan mahasiswa dalam perkuliahan. Seperti yang dilakukan oleh Dr. Yantoro, Dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Jambi (UNJA). Sebelum perkuliahan di mulai, dia mengajak mahasiswanya membaca senyap. Mahasiswa membaca buku atau bahan bacaan yang disediakan selama 15 menit.
“Kegiatan ini oleh-oleh dari pelatihan Tanoto Foundation. Saya ingin membiasakan mahasiswa membaca buku atau bahan bacaan perkuliahan,” katanya.
Pada kegiatan membaca senyap tersebut, mahasiswa diperbolehkan membaca buku dari gawai pintar yang mereka miliki. Mereka bisa mengunduh buku-buku bacaan tersebut dari elektronik file yang diberikan melalui aplikasi WhatsApp.
“Yang terpenting kegiatan ini bisa membuat mahasiswa terbiasa dan senang membaca. Mereka akan menjadi guru yang mengajak siswanya untuk senang membaca sehingga mahasiswa perlu ditumbuhkan kesenangan membaca buku,” kata Yantoro yang juga mengaku program membaca ini diterapkan untuk mahasiswa Pascasarjana.
Mahasiswa ternyata merespons positif kegiatan ini. Mereka merasa minat bacanya dibangunkan setelah lama tertidur. “Kegiatan membaca senyap ini membuat saya menjadi lebih fokus dalam membaca. Saya sudah merasakan dampaknya sehingga kalau saya menjadi guru, saya akan menerapkan membaca senyap ini untuk siswa-siswa saya,” kata Putri Bekti WR, mahasiswa PGSD UNJA.
Membaca Minimal 5 Buku
Untuk membiasakan mahasiswa calon guru senang membaca, Arsinah Sadar M.Si, dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) IAIN Samarinda, Kalimantan Timur, menargetkan mahasiswa minimal membaca 5 buku pada mata kuliahnya di satu semester. Dia berusaha mengintegrasikan mata kuliahnya dengan literasi.
“Jadi setiap mata kuliah, saya berusaha integrasikan dengan budaya baca. Saya juga telah kenalkan pada mereka membaca senyap yang telah dikenalkan oleh Tanoto Foundation waktu pelatihan,” ujarnya. Tidak hanya membaca, para mahasiswa juga diminta berbagi isi buku yang dibaca di depan teman-temannya. Hal ini untuk menguatkan pemahaman mahasiswa terhadap isi buku yang mereka baca.
Buat Selasar Baca di Ruang Tunggu Kampus
Membuat mahasiswa mau membaca maka buku perlu didekatkan dengan mahasiswa. Ide tersebut yang membuat Dr. Sukma Erni, Dosen Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska) Riau, membuat selasar baca di ruang tunggu LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) UIN Suska Riau.
Untuk merealisasikannya, Sukma membuat pertemuan kecil antara beberapa teman dosen di LPPM dan mahasiswa. Ide dari pertemuan tersebut adalah membuat leaflet digital untuk sedekah buku bacaan. Program selasar buku ini perlu dukungan buku-buku bacaan yang menarik. Leaflet tersebut disebar melalui media sosial WhatsApp group kampus.
Ternyata banyak dosen dan mahasiswa yang mendukung. Terbukti dengan lebih dari 100 buku yang terkumpul. “Kami langsung merealisasikan selasar baca di ruang tunggu LPPM,” katanya. Setelah dibuka, respons mahasiswa sangat antusias. Sambil menunggu di ruang tunggu LPPM, mereka bisa membaca buku-buku yang menarik. Novel menjadi buku favorit yang dibaca mahasiswa.
“Dengan adanya selasar baca ini, saya berharap mahasiswa menjadi semakin tertarik dengan buku-buku bacaan yang variatif sehingga waktu senggang dimanfaatkan untuk membaca,” katanya lagi.
Perkuliahan di Perpustakaan
Di UIN Sumatera Utara, Dr. Tien Rafida dosen FITK, juga mengajak mahasiswanya rutin mengunjungi perpustakaan fakultas. Menurutnya, para mahasiswa calon guru masih jarang mengunjungi perpustakaan. Untuk itu dalam perkuliahan bagi mahasiswa Pendidikan Profesi Guru (PPG), dia mengajak para calon guru tersebut untuk belajar dan menumbuhkan budaya baca di perpustakaan.
“Kegiatan perkuliahan juga kami lakukan di perpustakaan fakultas. Mahasiswa diminta membaca beberapa buku yang relevan. Dengan diawali kegiatan membaca, mahasiswa memiliki bekal pengetahuan sehingga mereka menjadi lebih aktif berdiskusi dalam perkuliahan,” tukasnya.
FITK UINSU juga mengembangkan pojok literasi atau sudut baca. Mahasiswa bisa membaca buku-buku bacaan yang disediakan di pojok literasi tersebut. Ini adalah upaya UINSU menumbuhkan minat membaca mahasiswa para calon guru.
Membaca dalam Perkuliahan
Kegiatan budaya baca dalam perkuliahan juga dilakukan oleh Sri Haryati, M.Pd dosen Bahasa Inggris FKIP Universitas Sebelas Maret. Dia mengembangkan intensive reading (membaca teks pendek) dan extensive reading (membaca secara luas dan banyak) pada perkuliahan Business English Writing (BEW).
“Dalam perkuliahan saya membiasakan mahasiswa membaca buku bacaan. Lalu dengan teknik literature circle mahasiswa menceritakan kembali buku yang dibaca dan ada proses tanya jawab disitu. Di akhir semester, saya meminta mahasiswa membuat poster presentation berdasarkan buku yang sudah dibaca,” pungkasnya. (Team AJ)