JAKARTA, AksesNews – Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 29 November 2023 menilai stabilitas Sektor Jasa Keuangan (SJK) nasional terjaga, didukung oleh permodalan yang kuat dan likuiditas yang memadai, sehingga dinilai mampu menghadapi berlanjutnya penurunan pertumbuhan ekonomi dan tingginya ketidakpastian global.
Indikator ekonomi terkini menunjukan ketidakpastian pergerakan ekonomi secara global di tengah membaiknya tingkat inflasi menuju level pra pandemi khususnya pada negara advanced economies. Sentimen di pasar keuangan cenderung positif didukung peningkatan ekspektasi berakhirnya siklus kenaikan suku bunga global, setelah rilis data ketenagakerjaan Amerika Serikat serta berlanjutnya penurunan tingkat inflasi. Optimisme juga turut dipengaruhi peluncuran insentif fiskal, moneter, dan sektor keuangan di Tiongkok untuk menahan penurunan kinerja perekonomian, termasuk mengatasi permasalahan di sektor properti.
Sementara itu, tensi geopolitik global melanjutkan peningkatan seiring berlanjutnya konflik di Timur Tengah dan kemenangan sayap kanan di beberapa negara. Namun demikian, dampaknya terhadap harga minyak dan energi masih terbatas mengingat masih berlanjutnya tren pelemahan permintaan. Selain itu, tekanan kenaikan harga komoditas pangan diharapkan mereda seiring pelemahan El Nino yang terjadi saat ini.
Perkembangan tersebut di atas mendorong penguatan pasar keuangan global dan juga penurunan volatilitas baik di pasar saham, surat utang, maupun nilai tukar. Investor non-residen juga mulai masuk ke pasar keuangan emerging markets, termasuk Indonesia setelah dalam 3 bulan sebelumnya melakukan sell-off yang cukup signifikan.
Di domestik, pertumbuhan PDB Q3 2023 tercatat sebesar 4,94 persen yoy (Q2 2023: 5,17 persen yoy), didukung oleh masih tingginya pertumbuhan konsumsi Rumah Tangga dan investasi bangunan. Tingkat inflasi juga terjaga rendah di level 2,56 persen yoy (Oktober 2023: 2,28 persen yoy), sementara itu ekspor masih terkontraksi (-4,26 persen yoy). Secara umum, leading indicators perekonomian nasional masih cukup positif, di antaranya ditunjukkan oleh neraca perdagangan yang masih surplus, konsumsi semen domestik yang meningkat, dan PMI Manufaktur yang masih ekspansif.
Dalam rangka menjaga stabilitas sektor jasa keuangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah masih tingginya tensi geopolitik global, ekspektasi tingkat suku bunga higher for longer, dan volatilitas harga komoditas pangan yang dapat memengaruhi perekonomian dan sektor keuangan, OJK mendorong Lembaga Jasa Keuangan (LJK) untuk terus memonitor potensi risiko termasuk melakukan stress test ketahanan terhadap gejolak pasar, serta melakukan strategi mitigasi risiko dalam rangka menjaga ketahanan permodalan dan likuiditas, sehingga sektor jasa keuangan dapat terjaga stabil dan dapat berkontribusi optimal bagi perekonomian nasional.
Perkembangan Pasar Modal dan Bursa Karbon
Seiring dengan penguatan pasar keuangan global, pasar saham Indonesia sampai dengan 30 November 2023 menguat sebesar 4,87 persen mtd ke level 7.080,74 (Oktober 2023: 6.752,21), dengan tekanan outflow non-resident mereda meski masih mencatatkan net sell sebesar Rp0,52 triliun mtd (Oktober 2023: outflow Rp8,10 triliun mtd). Beberapa sektor di IHSG pada November 2023 masih menguat di antaranya sektor teknologi, infrastruktur, dan keuangan.
Secara ytd, IHSG tercatat menguat sebesar 3,36 persen dengan non-resident membukukan net sell sebesar Rp13,86 triliun (Oktober 2023: net sell sebesar 13,34 triliun ytd). Di sisi likuiditas transaksi, rata-rata nilai transaksi pasar saham di November 2023 tercatat meningkat sebesar Rp10,54 triliun ytd (Oktober 2023: Rp10,48 ytd).
Sejalan dengan pergerakan global, pasar SBN per 30 November 2023 membukukan inflow investor asing sebesar Rp23,50 triliun mtd (Oktober 2023: outflow 12,62 triliun mtd), sehingga mendorong penurunan yield SBN rata-rata sebesar 35,38 bps mtd di seluruh tenor. Secara ytd, yield SBN turun rata-rata sebesar 16,21 bps di seluruh tenor dengan non-resident mencatatkan net buy sebesar Rp71,69 triliun ytd.
Di pasar obligasi, indeks pasar obligasi ICBI pada 30 November 2023 menguat 7,34 persen ytd ke level 370,10 (Oktober 2023: menguat 4,64 persen ytd). Untuk pasar obligasi korporasi, aliran dana masuk investor non-resident tercatat sebesar Rp64,72 miliar mtd, dan secara ytd masih tercatat outflow Rp1,46 triliun.
Di industri pengelolaan investasi, nilai Asset Under Management (AUM) pengelolaan investasi per 30 November 2023 tercatat sebesar Rp808,32 triliun, dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana tercatat sebesar Rp492,72 triliun atau turun 0,39 persen (mtd). Investor Reksa Dana membukukan net redemption sebesar Rp7,30 triliun (mtd). Secara ytd, NAB menurun 2,41 persen, namun masih mencatatkan net subscription sebesar Rp2,68 triliun.
Penghimpunan dana di pasar modal masih tinggi yaitu sebesar Rp230,59 triliun dengan emiten baru tercatat sebanyak 74 emiten hingga 30 November 2023. Penghimpunan dana per November ini telah memenuhi capaian target di tahun 2023. Sementara itu, pipeline Penawaran Umum masih terdapat 96 dengan perkiraan nilai indikatif sebesar Rp41,11 triliun yang diantaranya merupakan rencana IPO oleh emiten baru sebanyak 64 perusahaan.
Sedangkan untuk penggalangan dana pada Securities Crowdfunding (SCF) yang merupakan alternatif pendanaan bagi UKM, hingga 30 November 2023 telah terdapat 16 penyelenggara yang telah mendapatkan izin dari OJK dengan 484 penerbit, 166.452 pemodal, dan total dana yang dihimpun sebesar Rp1,03 triliun.
Sejak diluncurkan pada 26 September 2023, hingga 30 November 2023, tercatat 41 pengguna jasa di bursa karbon yang mendapatkan izin (31 Oktober 2023: 25 pengguna jasa) dengan total volume sebesar 490.716 tCO2e (setara ton CO2) dan akumulasi nilai sebesar Rp30,70 miliar dengan rincian 30,56 persen di pasar reguler (9,38 miliar), 9,24 persen di pasar negosiasi (2,84 miliar), dan 60,20 persen di pasar lelang (18,48 miliar). Ke depan, potensi bursa karbon masih cukup besar mengingat 71,95 persen karbon yang ditawarkan masih belum terjual.
Dalam rangka penegakan hukum di bidang pasar modal:
1. Pada November 2023, di Sektor Pasar Modal, OJK telah mengenakan Sanksi Administratif berupa denda kepada 1 Bank Kustodian dan 5 Pihak serta menetapkan Sanksi Administratif berupa Pencabutan Izin Usaha sebagai Penjamin Emisi Efek dan Perantara Pedagang Efek kepada 1 Perusahaan Efek yaitu PT Corpus Sekuritas Indonesia.
2. Selanjutnya selama 2023, OJK telah mengenakan sanksi administratif atas pemeriksaan kasus di Pasar Modal kepada 110 Pihak yang terdiri dari sanksi administratif berupa denda sebesar Rp65.708.000.000,00, 9 pencabutan izin, 1 pembekuan izin, 49 perintah tertulis, dan 23 peringatan tertulis serta mengenakan sanksi administratif berupa denda atas keterlambatan dengan nilai sebesar Rp15.746.880.000,00 kepada 350 pelaku jasa keuangan di Pasar Modal dan 5 peringatan tertulis atas keterlambatan penyampaian laporan.
Adapun beberapa kebijakan yang telah dan sedang disiapkan antara lain:
1. Dalam rangka melaksanakan komitmen Pemerintah Republik Indonesia sebagai tindak lanjut atas kesepakatan anggota G-20 pada tahun 2008, meningkatkan peringkat Indonesia pada daftar peringkat negara G-20 dalam menerapkan IFRS, dan menjalankan rekomendasi Report on the Observance of Standards and Codes on Accounting and Auditing (ROSC A&A) Indonesia tahun 2018, OJK sedang melakukan finalisasi penyusunan ketentuan Pengguna Standar Akuntansi Keuangan Internasional (SAKI) di Pasar Modal.
2. OJK sedang melakukan finalisasi penyempurnaan ketentuan mengenai Pembelian Kembali Saham yang Dikeluarkan oleh Perusahaan Terbuka yang sebelumnya diatur dalam POJK Nomor 30/POJK.04/2017. Penyempurnaan dilakukan dalam rangka memberikan solusi regulasi untuk mengatasi permasalahan dalam pengalihan saham hasil pembelian kembali, memperkuat aspek keterbukaan informasi dan pengawasan atas pelaksanaan pembelian kembali saham oleh Perusahaan Terbuka serta menyesuaikan ketentuan mengenai pembelian kembali saham Perusahaan Terbuka dengan praktik terbaik.
3. OJK sedang melakukan finalisasi penyusunan ketentuan mengenai Pengomunikasian Hal Audit Utama Dalam Laporan Akuntan Publik Atas Laporan Keuangan Yang Diaudit di Pasar Modal. Penyusunan ketentuan tersebut sebagai tindak lanjut atas International Standard on Auditing (ISA) 701 yang dikeluarkan IAASB dan SA 701 yang dikeluarkan oleh IAPI. Selain itu, penyusunan ketentuan tersebut diperlukan kesetaraan pengomunikasian Hal Audit Utama dalam Laporan Akuntan Publik pada audit atas laporan keuangan historis dari entitas dengan akuntabilitas publik di pasar modal selain emiten.
Perkembangan Sektor Perbankan
Di tengah volatilitas pasar keuangan global, persepsi optimistik terhadap sektor perbankan Indonesia tetap terjaga, yang tecermin dari hasil Survei Orientasi Bisnis Perbankan OJK (SBPO) triwulanan. Berdasarkan survei tersebut, Indeks Orientasi Bisnis Perbankan (IBP) berada di level 62 (zona optimis) yang artinya responden memperkirakan kinerja perbankan akan tetap terjaga baik pada triwulan IV 2023. Optimisme kinerja perbankan didorong oleh ekspektasi bahwa penyaluran kredit masih akan cukup baik sehingga berdampak pada peningkatan laba dan modal perbankan.
Sejalan dengan hal tersebut, per Oktober 2023, industri perbankan Indonesia tetap solid dan resilien dengan ditopang tingkat profitabilitas (ROA) dan permodalan (CAR) yang relatif tinggi masing-masing sebesar 2,73 persen dan 27,48 persen.
Kinerja intermediasi perbankan tetap terjaga dengan pertumbuhan kredit tercatat 8,99 persen yoy (September 2023: 8,96 persen yoy) menjadi Rp6.902,98 triliun, dengan pertumbuhan tertinggi pada kredit investasi sebesar 10,22 persen yoy. Ditinjau dari kepemilikan bank, pada Oktober 2023, Bank BUMN menjadi kontributor pertumbuhan kredit terbesar yaitu sebesar 11,76 persen.
Di sisi lain, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Oktober 2023 tercatat 3,43 persen yoy (September 2023: 6,54 persen yoy) atau menjadi Rp8.198,80 triliun, dengan deposito menjadi kontributor pertumbuhan terbesar yaitu 5,66 persen yoy. Likuiditas industri perbankan pada Oktober 2023 dalam level yang memadai dengan rasio-rasio likuditas jauh di atas level kebutuhan pengawasan. Rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/DPK (AL/DPK) masing-masing naik menjadi 117,29 persen (September 2023: 115,37 persen) dan 26,36 persen (September 2023: 25,83 persen), atau jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.
Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio NPL net perbankan sebesar 0,77 persen (September 2023: 0,77 persen) dan NPL gross sebesar 2,42 persen (September 2023: 2,43 persen). Seiring pertumbuhan perekonomian nasional, jumlah kredit restrukturisasi Covid-19 melanjutkan tren penurunan menjadi sebesar Rp301,16 triliun (September 2023: Rp316,98 triliun) atau turun Rp15,83 triliun, dengan jumlah nasabah tercatat sebanyak 1,22 juta nasabah (September 2023: 1,32 juta nasabah) atau berkurang 100 ribu nasabah.
Menurunnya jumlah kredit restrukturisasi berdampak positif bagi penurunan rasio Loan at Risk menjadi 11,81 persen (September 2023: 12,07 persen). Adapun jumlah kredit restrukturisasi Covid-19 yang bersifat targeted (segmen, sektor, industri dan daerah tertentu yang memerlukan periode restrukturisasi kredit/pembiayaan tambahan selama satu tahun sampai 31 Maret 2024) adalah 43,39 persen dari total porsi kredit restrukturisasi Covid-19 sebesar Rp130,7 triliun.
Di sisi risiko pasar, kenaikan yield di Oktober berdampak pada portfolio perbankan, dengan Posisi Devisa Neto (PDN) perbankan tercatat di level 1,92 persen (September 2023: 1,76 persen), masih jauh di bawah threshold 20 persen.
Berkaitan dengan fluktuasi harga pangan akibat anomali cuaca, hasil survei yang dilakukan oleh OJK menunjukkan bahwa responden memandang inflasi sektor pangan relatif tidak berpengaruh signifikan pada kinerja pertumbuhan kredit maupun kinerja debitur.
Namun demikian, bank agar tetap melakukan langkah antisipatif antara lain dengan melakukan edukasi kepada pelaku usaha sektor pertanian agar mampu menghindari risiko inflasi pangan, dan melakukan pemantauan harga produksi debitur beserta analisis sensitivitas/stress test terhadap penambahan modal kerja yang dilakukan secara berkala. (Rls/*)