JAKARTA, AksesNews – Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 27 Maret 2024 menilai stabilitas Sektor Jasa Keuangan (SJK) nasional tetap terjaga stabil dengan kinerja intermediasi yang kontributif, didukung oleh likuiditas yang memadai dan tingkat permodalan yang kuat.
OJK menilai saat ini kondisi perekonomian dan pasar keuangan global cukup kondusif yang secara umum lebih baik dari ekspektasi. Namun, perkembangan geopolitik global masih perlu terus dicermati seiring peningkatan ketegangan di Timur Tengah dan Ukraina.
Di Amerika Serikat, kinerja ekonomi AS tercatat solid dan di atas ekspektasi, sehingga inflasi masih cenderung sticky. The Fed pada FOMC Meeting Maret 2024 merevisi keatas pertumbuhan ekonomi AS cukup signifikan diiringi kenaikan perkiraan inflasi.
Meski demikian, The Fed tetap mempertahankan rencana penurunan FFR sebesar 75bps di tahun 2024. Likuiditas di pasar diperkirakan juga akan lebih baik seiring rencana the Fed mengurangi laju quantitative tightening.
Kebijakan akomodatif the Fed juga diikuti oleh ECB dan Bank of England (BOE) yang mengisyaratkan akan menurunkan suku bunga di 2024 dengan pasar memperkirakan ECB akan menurunkan suku bunga 125 bps dan BOE sebesar 75 bps.
Langkah normalisasi juga dilakukan oleh Bank of Japan (BOJ) yang meninggalkan era suku bunga negatif, dengan menaikkan suku bunga sebesar 10 bps, pertama dalam 8 tahun terakhir. Di Tiongkok, rilis beberapa kinerja ekonomi seperti penjualan ritel, kenaikan impor, dan tingkat inflasi di atas ekspektasi pasar dengan kebijakan fiskal dan moneter tetap akomodatif.
Dari sisi domestik, inflasi mengalami peningkatan seiring dengan kenaikan harga pangan, namun inflasi inti terjaga stabil, menghentikan tren penurunan sejak akhir 2022. Hal ini diharapkan menjadi indikasi pemulihan permintaan ke depan.
Indikasi awal pemulihan konsumsi domestik juga terlihat dari peningkatan impor barang konsumsi yang cukup signifikan pada Februari 2024. Kinerja sektor manufaktur juga tercatat terus membaik. Namun demikian, perlu terus dicermati tren penurunan surplus neraca perdagangan seiring berlanjutnya kontraksi ekspor dan peningkatan kebutuhan impor.
OJK menilai saat ini kondisi perekonomian dan pasar keuangan global cukup kondusif, secara umum lebih baik daripada ekspektasi semula.
“Namun perkembangan geopolitik global masih perlu dicermati seiring peningkatan ketegangan di Timur Tengah dan Ukraina, yang berpotensi membawa dampak kepada kondisi perekonomian global,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar, Selasa (02/04/2024).
Di Amerika Serikat, kinerja ekonomi terlihat solid dan di atas ekspektasi sebelumnya sehingga inflasi masih cenderung belum berubah dibandingkan sebelumnya.
Bank Sentral AS The Fed pada pertemuan FOMC Meeting Maret 2024 merevisi ke atas pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat secara cukup signifikan, diiringi kenaikan perkiraan inflasi. Meski demikian The Fed tetap mempertahankan rencana penurunan tingkat suku bunga Fed Fund Rate (FFR) sebesar 75 basis poin di tahun ini.
Likuiditas diperkirakan juga lebih baik seiring rencana The Fed mengurangi pengetatan moneternya. Kebijakan akomodatif The Fed juga diikuti oleh Bank Sentral Eropa dan Bank of England yang juga mengisyaratkan akan menurunkan suku bunga di 2024.
Langkah normalisasi juga dilakukan oleh bank sentral Jepang, Bank of Japan, yang meninggalkan era suku bunga negatif dengan menaikkan suku bunga mereka sebesar 10 basis poin untuk pertama kali dalam 8 tahun terakhir. Di Tiongkok, data beberapa kinerja ekonomi seperti penjualan ritel, kenaikan impor, dan tingkat inflasi berada di atas ekspektasi pasar, dengan kebijakan fiskal dan moneter tetap akomodatif.
Dari sisi domestik, perekonomian Indonesia, inflasi memang meningkat, seiring kenaikan harga pangan. Namun inflasi inti terjaga stabil, menghentikan tren penurunan sejak akhir 2022.
Ini diharapkan menjadi indikasi pemulihan permintaan ke depan. Indikasi awal pemulihan konsumsi domestik juga terlihat dari peningkatan impor barang konsumsi yang cukup signifikan pada Februari 2024.
Sementara itu, kinerja sektor manufaktur juga tercatat terus membaik. Namun, dia menekankan agar perlu terus dicermati peningkatan permintaan terhadap barang konsumsi, tidak terus berujung kepada penurunan surplus neraca perdagangan.
“Ini bisa terjadi seiring berlanjutnya kontraksi ekspor dan bila peningkatan kebutuhan impor berlanjut,” kata Mahendra. (Rls/*)