Beranda Akses Dampak ‘Illegal Logging’ Mangrove di Pesisir Tanjab Timur Nyaris Punah

Dampak ‘Illegal Logging’ Mangrove di Pesisir Tanjab Timur Nyaris Punah

Hutan mangrove tampak memprihatinkan di wilayah tersebut. Foto: dok. Ist
Hutan mangrove tampak memprihatinkan di wilayah tersebut. Foto: dok. Ist

TANJABTIM, AksesJambi.com – Salah satu daerah pesisir pantai tepatnya di Desa Sungai Sayang, Kecamatan Sadu, Kabupaten Tanjung Jabung (Tanjab) Timur yang banyak ditumbuhi oleh mangrove sangat terlihat menyedihkan, betapa tidak adanya aktivitas pembalakan liar (illegal logging) membuat hutan mangrove (bakau) di kawasan tersebut nyaris punah.

Ketua Komunitas Cinta Hijau sekaligus pengiat lingkungan hidup setempat yakni Ari Suryanto mengatakan, Desa Sungai Sayang dulunya dipenuhi tanaman hutan mangrove alias bakau dengan tujuan untuk menghindari terjadinya abrasi.

Namun, saat ini sangat miris dengan adanya aksi pembalakan liar terhadap mangrove membuat pemukiman rumah warga yang tidak berada jauh dari lokasi hutan mangrove sering dilanda banjir dikala air laut sedang pasang.

“Iya banjirlah karena penyangganya itu mangrove dan kini sudah ditebang semua. Bahkan perkampungan yang sudah dibangun sarana infrastruktur jalan oleh pemerintah selalu diterjang air laut, ini yang kita sayangkan, padahal di UU No 27 tahun 2007 sangat jelas soal ketentuan dan pemanfaatan sampai sanksi hukumnya apabila merusak kawasan konservasi mangrove,” kata Ari Suryanto.

Menurutnya, persoalan mangrove di daerahnya perlu adanya kerja sama untuk menyelamatkan wilayah di pesisir pantai, bahkan sebaliknya persoalan ini tidak lagi soal Kabupaten Tanjab Timur tapi ini merupakan persoalan Provinsi Jambi.

“Kalau ditanya berapa persen hutan mangrove di Tanjab Timur yang rusak saya pikir sudah hampir semua,” ujarnya.

Sementara itu, Camat Sadu, Frans Aprianto ketika dikonfirmasi terkait dugaan pembalakan liar hutan mangrove hingga munculnya izin usaha perkebunan sawit, Frans membantahnya.

“Kami sudah melakukan beberapa hal terkait masalah itu. Dan sudah melakukan pengecekan dilapangan, melakukan pemetaan lokasi, inventarisasi dan indentifikasi lokasi dan meminta keterangan dari beberapa pejabat wilayah terkait lokasi yang dimaksud,” jelas Frans.

“Menyangkut izin dilokasi pesisir pantai Sungai Sayang bekas hutan mangrove tersebut belum pernah ada terbit surat izin usaha. Apalagi untuk dijadikan perkebunan sawit oleh pihak perusahaan,” pungkasnya.

Diduga Pembakalan Liar Wilayah Mangrove Punah di Pesisir Tanjab Timur

TANJABTIM – Salah satu daerah pesisir pantai tepatnya di Desa Sungai Sayang, Kecamatan Sadu Kabupaten Tanjung Jabung (Tanjab) Timur yang banyak di tumbuhi oleh mangrove sangat terlihat menyedihkan, betapa tidak adanya ativitas pembalakan liar membuat hutan mangrove (bakau) dikawasan tersebut nyaris punah.

Ketua Komunitas Cinta Hijau sekaligus pengiat lingkungan hidup setempat yakni Ari Suryanto mengatakan, Desa Sungai Sayang dulunya dipenuhi tanaman hutan mangrove alias bakau dengan tujuan untuk menghindari terjadinya abrasi.

Namun, saat ini sangat miris dengan adanya aksi pembalakan liar terhadap mangrove membuat pemukiman rumah warga yang tidak berada jauh dari lokasi hutan mangrove sering dilanda banjir dikala air laut sedang pasang.

“Iya banjirlah karena penyangganya itu mangrove dan kini sudah ditebang semua. Bahkan perkampungan yang sudah dibangun sarana infrastruktur jalan oleh pemerintah selalu diterjang air laut, ini yang kita sayangkan, padahal di UU No 27 tahun 2007 sangat jelas soal ketentuan dan pemanfaatan sampai sanksi hukumnya apabila merusak kawasan konservasi mangrove,” kata Ari Suryanto.

Menurutnya, persoalan mangrove di daerahnya perlu adanya kerja sama untuk menyelamatkan wilayah di pesisir pantai, bahkan sebaliknya persoalan ini tidak lagi soal Kabupaten Tanjab Timur tapi ini merupakan persoalan Provinsi Jambi.

“Kalau ditanya berapa persen hutan mangrove di Tanjab Timur yang rusak saya pikir sudah hampir semua,” ujarnya.

Sementara itu, Camat Sadu, Frans Aprianto ketika dikonfirmasi terkait dugaan pembalakan liar hutan mangrove hingga munculnya izin usaha perkebunan sawit, Frans membantahnya.

“Kami sudah melakukan beberapa hal terkait masalah itu. Dan sudah melakukan pengecekan dilapangan, melakukan pemetaan lokasi, inventarisasi dan indentifikasi lokasi dan meminta keterangan dari beberapa pejabat wilayah terkait lokasi yang dimaksud,” jelas Frans.

“Menyangkut izin dilokasi pesisir pantai Sungai Sayang bekas hutan mangrove tersebut belum pernah ada terbit surat izin usaha. Apalagi untuk dijadikan perkebunan sawit oleh pihak perusahaan,” pungkasnya. (Dra/*)