SUNGAIPENUH, AksesJambi.com – Pemilihan Wali Kota Sungai penuh ternodai dengan matinya demokrasi di wilayah Kecamatan Kumun Debai. Hal itu buntut kasus saksi-saksi Pasangan Calon (paslon) nomor urut 2, Ahmadi Zubir-Ferry Satria (AZ-FER) dilarang masuk ke TPS oleh masyarakat Kecamatan Kumun Debai.
Saksi-saksi dari paslon 02 AZ-FER ditekan dan diintimidasi hingga tidak boleh masuk ke lokasi tempat pemungutan suara (TPS).
Sementara di tempat kejadian penyelenggara pemilu dan panwascam maupun penegak hukum hanya diam membungkam tanpa berbuat apa-apa melihat segerombolan masyarakat melakukan intimidasi bahkan kekerasan terhadap para saksi dari paslon 02 AZ-FER.
Melihat kronologis itu, tim advokasi Ahmadi Zubir-Ferry Satria dan masyarakat Kota Sungai Penuh menganggap adanya dugaan kong-kalingkong antara penyelengara pemilu, panwascam maupun penegak hukum di TPS wilayah Kumun Debai.
Berkaca kejadian itu, partai pengusung beserta tim maupun advokasi bantuan hukum dari paslon 02 mengadakan jumpa pers di kediaman calon Wali Kota nomor urut 02 Ahmadi Zubir, Jum’at (29/11/2024).
Dalam jumpa jumpa pers di hadiri dari partai pengusung PDI Perjuangan diwakili Damrat, dari PKS hadir Rahmadi Alwis, Ketua tim pemenangan AZ-FER Liswar, serta ketua tim hukum Kurniadi Aris.
Damrat, politisi senior PDI Perjuangan Kota Sungaipenuh dalam konfresi pers mengatakan demokrasi di wilayah Kecamatan Kumun Debai mati total, unsur pemilu langsung umum bebas rahasia (LUBER) di anggapnya tidak ada sedikitpun terjadi. Sehingga Damrat yang mewakili dari partai PDI Perjuangan, partai pengusung paslon 02 meminta kepada pihak penyelenggara pemilihan Walikota untuk mengadakan pemilihan ulang di kecamatan Kumun Debai
“Kami meminta kepada pihak penyelenggara pemilihan walikota untuk mengadakan pemilihan ulang di semua TPS wilayah kecamatan Kumun Debai kecuali TPS desa Debai dan desa Pinggir Air. Karena selain 2 desa itu demokrasi sudah benar-benar mati. Saksi-saksi paslon kami di intimidasi sampai di larang masuk ke TPS oleh segerombolan masyarakat setempat, ini benar-benar pemilihan walikota terbrutal sepanjang sejarah Kota Sungaipenuh,” ungkap Damrat.
Lebih lanjut Damrat mengatakan, untuk menjaga demokrasi di Kota Sungai Penuh pemilihan di kecamatan Kumun Debai harus diulang. Tidak ada alasan pihak penyelenggara untuk tidak mengadakan pemilihan ulang, karena semua saksi diintimidasi dan dipaksa keluar TPS. Sementara penyelanggara, panwascam dan aparat hanya menyaksikan kebrutalan itu tanpa bertindak.
“Sehingga kami patut menduga adanya kong kanglingkong antara penyelengara, panwascam, maupun aparat yang bertugas,” tambahnya.
Sementara itu, ketua tim hukum AZ-FER, Kurniadi Aris mengatakan turut menyaksikan kejadian tersebut. Pintu lokasi TPS di tutup, orang di dalam berada pada posisi duduk di bawah meja pencoblosan.
“Saya bersama tim hukum datang langsung di lokasi TPS yang ada di SMP Negeri 6 Kumun, di situ pintu tempat TPS di tutup dan saya intip lewat kaca jendela orang-orang di dalam duduk di bawah meja, saya tanya orang di situ katanya masih pencoblosan. Terus orang-orang yang ada di dalam itu tau saya intip pada tergesa gesa bangun berdiri seperti terkejut dengan kedatangan saya dan saya sempat di itimidasi masyarakat setempat walupun saya beserta tim hukum sudah memakai atribut advokat, sementara ada penyelengara, panwascam dan aparat yang berjaga di situ. Namun hanya diam tidak berbuat apa-apa melihat kejadian itu. Sehingga kami patut menduga adanya persekongkolan jahat di TPS tersebut,” katanya.
Selanjutnya Kurniadi Aris mengatakan, “saya sempat mendatangi saksi mempertanyakan kejadiannya, saksi tersebut mengatakan bahwa dirinya di intimidasi dan di larang masuk ke TPS. Apabila nekat masuk maka anaknya gadisnya takut akan menjadi korban peristiwa ini, maka saksi tersebut mengurungkan niatnya masuk ke TPS demi keselamatan dirinya dan keluarga,” terang Kurniadi Aris menirukan ucapan saksi. (Pro)