JAMBI, AksesNews – Sejak tahun 2019 hingga September tahun 2021 ada 317 warga Kota Jambi terjangkit Human Immunodeficincy Virus (HIV), Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS). Kalangan yang terjangkit virus tersebut, ada wanita pekerja seks (WPS), ibu hamil, remaja dan sebagainya.
Sedangkan dari tahun 1999 sampai tahun 2021, total warga Kota Jambi yang pernah terjangkit HIV/AIDS mencapai 1.600 orang. Selama pandemi Covid-19, penderita HIV/AIDS mencapai ratusan orang di Kota Jambi.
Angka HIV/AIDS yang terbesar di Kota Jambi terjadi pada tahun 2019, ada 141 orang yang terkena virus itu. Sedangkan pada tahun 2020, ada 117 orang. Lalu, pada tahun 2021 terbilang kecil, yakni 59 orang.
Kepala Dinas Kesehatan, Ida Yuliati menyampaikan kalangan remaja yang terjangkit HIV/AIDS terbilang besar. Ada pula anak yang terkonfirmasi kena HIV dan AIDS, setelah proses melahirkan.
“Bahwa di tahun 2021 terjadi penambahan kasus HIV/AIDS sebanyak 59 kasus. Artinya, di tengah pandemi Covid-19 kondisi ini menjadi masalah,” katanya, Rabu (27/10/2021).
Sementara itu, Wakil Wali Kota Jambi, Maulana mengklaim belum ada yang meninggal dunia murni akibat dari HIV/AIDS.
“Karena HIV AIDS saja tidak ada. Tapi, karena adanya komplikasi dan oportunistik ada,” tuturnya.
Di tengah pandemi Covid-19, kata Maulana, potensi penularan HIV dan AIDS cukup besar. Karena ada masyarakat yang kesulitan memenuhi kebutuhan, tidak menutup kemungkinan pekerja seks komersial jadi bertambah.
“Terjadi penurunan daya beli masyarakat, di samping kebutuhan meningkat. Sehingga berpotensi terjadinya seks komersial meningkat,” tuturnya.
Tidak hanya itu, kasus penyalahgunaan narkoba juga meningkat. Sedangkan penularan HIV dan AIDS bisa melalui jarum suntik.
“BNN juga melaporkan transaksi narkoba meningkat ini menjadi pintu masuk (penularan HIV AIDS). Biasanya narkoba kawannya seks, lalu ada narkoba suntik yang beresiko penularan,” jelas Maulana.
Pemerintah Kota Jambi, kata Maulana, sedang fokus mencegah penularan HIV dan AIDS lebih besar lagi. Termasuk kepada remaja karena mempunyai resiko tinggi.
“Fokus pada pencegahan yang menjangkau kelompok beresiko tinggi, seperti anak muda, pekerja di sekor pariwisata, kita beri pemahaman upaya pencegahan,” katanya
Ia pun mengingatkan masyarakat jangan sampai mendiskriminasi dan membuat stigma pada mereka yang pernah mengidap virus tersebut.
“Kepada mereka yang sudah kena, tidak boleh didiskriminasi atau stigma, tapi memberikan pengobatan dan konseling,” pungkasnya. (Sob)