PERSPEKTIF, AksesNews – Di tengah tuntutan ekonomi yang tinggi, ditambah lagi konsumsi pangan yang juga tinggi, tentunya perdagangan ikan jadi sasaran. Provinsi Jambi yang banyak memiliki anak sungai, danau dan kanal yang merupakan habitat alami bagi ikan air tawar dan sejenisnya menjadi targetan empuk bagi masyarakat untuk menunjang kehidupan ekonomi.
Namun sayang, masih banyak masyarakat yang nakal memanfaatkan kesempatan itu, dengan menangkap ikan dengan cara di racun dan di sentrum. Padahal, cara tradisional lebih menjanjikan untuk investasi jangka panjang karena anakan ikan atau sejenisnya tidak terancam bahkan mati, sehingga bisa berkembang biak lagi pada waktu selanjutnya.
Di Jambi sendiri, bagi desa yang masih menjaga kearifan lokal dan taat kepada aturan adat, tetap menjaga lingkungan dan kebutuhan masyarakat desanya, seperti menetapkan sungai larangan atau danau larangan.
Sungai larangan atau danau larangan merupakan tempat kembang biak ikan-ikan air tawar yang dilarang diambil sebelum waktunya atas kesepakatan bersama. Saat pengambilan ikan tanpa izin, maka akan dikenakan sanksi. Untuk pengambilan ikan di sungai larangan atau danau larangan, biasanya dilakukan pada musim kemarau, biasanya satu tahun sekali atau lebih.
Dalam pengambilan ikan tersebut, masyarakat akan melakukan tradisi lokal yang di sebut dengan “Bekarang”. Bekarang merupakan, tradisi menangkap ikan secara beramai-ramai dengan menggunakan tangan secara langsung atau alat tradisional seperti tangkul, serkap, tombak, serampang dan alat-alat yang diperbolehkan.
Bekarang ini pun tidak mesti dilakukan di sungai larangan ataupun di danau larangan, di sungai biasa pun bisa dilakukan asalkan beramai-ramai berdasarkan kesepakatan warga setempat itu sendiri saat musim kemarau atau sungai atau danau itu surut.
Seperti yang dilakukan oleh masyarakat di Dusun Lubuk Belango, Desa Setiris, Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi yang pagi-pagi buta hari Minggu (19/07/2020) beramai ramai ke Lubuk Belango untuk Bekarang. Di situ, terdapat berbagai jenis ikan tawar seperti Toman, Bujuk, Gabus, Betok, Sepat Siam, Tenggilis, Belut dan lain-lain.
Dilansir dari salaknews.com, salah satu warga yang ikut serta dalam Bekarang, Wak Jun mengatakan tradisi Bekarang selain menangkap ikan juga bagian dari ajang silaturahim warga, mulai dari anak-anak, remaja, hingga orang dewasa bertumpah ruah turut serta dalam acara adat tradisional tersebut.
“Ya, tradisi bekarang ini selain menangkap ikan sekaligus merupakan salah satu ajang silaturahmi antara masyarakat Desa Setiris, dengan tujuan berlomba menangkap ikan secara sportif, dan saling berkomunikasi antara keluarga se-Desa Setiris,” jelas Wak Jum.
Wak Jum berharap, budaya tersebut dapat dipertahankan, bahkan bila perlu dikembangkan lagi oleh Pemda Muaro Jambi khususnya Pemdes Setiris, agar generasai selanjutnya ikut menikmati salah satu kekayaan alam di desa tersebut, sekaligus mempertahankan kearifan lokal.
Lokasi Sungai Lubuk Belango di Desa Setiris, merupakan aset bagi masyarakat setempat. Oleh karena itu, kata Wak Jum, pelestarian Lubuk Belango tersebut butuh perhatian dan support dari pemerintah daerah terlebih pemerintahan desa.
“Kami masyarakat minta kepada pemerintah agar Lubuk Belango ini harus diperhatikan, belum lagi permasalahan sungai yang terkesan tak terurus. Kalau kita kelola dengan baik, akan menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat desa Setiris,” harapnya.
Sementara itu, Elin Fitri selaku Kasi Pemerintahan Desa Setiris mengatakan, pihaknya berencana akan memformulasikan bahkan bila perlu akan membentuk panitia kerja (Panja) dalam merumuskan agenda tersebut. Untuk mencari solusi potensi yang ada di desa tersebut, dapat segera terwujud dalam mengembangkan potensi sumber daya alam serta budaya yang ada di desa tersebut.
”Dalam waktu dekat, akan kita bicarakan kepada pemerintah desa serta penyelenggara pemerintahan desa selayaknya seperti apa,” kata Elin.
Tradisi dan potensi yang ada di Desa Setiris ini diharapkan terealisasi dan menjadi agenda tahunan yang di Motori oleh pemerintah desa itu sendiri.
Padahal, di beberapa wilayah di Provinsi Jambi telah menjadikan agenda dalam pemerintahan daerah, seperti Kabupaten Batanghari yang mana pada tahun 2018 lalu mengadakan perlombaan dengan nama “Bekarang Besamo” yang diikuti oleh 100 peserta dari 8 kecamatan yang dilaksanakan di Pematang Umo Tinggal yang berlokasi di depan rumah dinas Bupati Batanghari, Muaro Bulian dalam rangka HUT Batanghari ke-70.
Meski tidak alami lantaran ikan-ikan dilepaskan ke lokasi 2 hari sebelum lomba, tapi eksistensi promosi tradisi lama tetapi ditampilkan. Namun, di tahun 2019 tak tersiar lagi kabar kalau kegiatan tersebut dilaksanakan atau tidak lagi.
Tak hanya Jambi, di wilayah Sumatra Selatan, Tradisi Bekarang terus digalakkan oleh pemerintah setempat. Seperti yang dilakukan masyarakat Musi Banyuasin yang melakukan Bekarang untuk Kampanyekan menjaga ekosistem sungai dan danau agar masyarakat menangkap ikan dengan menggunakan alat tradisional. Selain itu, tradisi Bekarang juga dijadikan promosi wisata di daerah tersebut.
Seperti pada kegiatan Bekarang 2019, yang dilaksanakan di Danau Siarak, Kecamatan Batanghari Leko. Pada kegiatan ini Bupati Musi Banyuasin, Dodi Reza Alex Noerdin, berserta Wakil Bupati Beni Hernendi, turut merasakan keseruan Bekarang dengan terjun ke danau bersama masyarakat setempat untuk mencari ikan.
“Tradisi Bekarang sekaligus kampanye mengajak masyarakat untuk menangkap ikan dengan cara yang benar dan tidak merusak habitat di perairan,” pungkas Dodi.
Bagaimana Tradisi Bekarang di Provinsi Jambi, apakah tergerus zaman menjadi cerita atau populer yang tak tergilas zaman.
PENULIS: Alpin (Jurnalis AksesJambi.com)