JAMBI, AksesNews – Jambi salah satu wilayah yang akan melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 pada 9 Desember 2020 mendatang. Adapun wilayah yang akan akan melaksanakannya yakni Provinsi Jambi sendiri untuk pasangan Gubernur, Kota Sungai Penuh untuk pasangan Walikota dan Kabupaten Batang Hari, Tanjung Jabung (Tanjab) Barat, Tanjab Timur dan Bungo untuk pasangan Bupati.
Menjelang penetapan Bakal Calon Kepala Daerah (Bacakada) mendatang, hiruk pikuk politik sudah memanas beberapa bulan terakhir. Beberapa Bacakada sudah optimis dengan pencalonan dan merasa siap untuk berkompetisi dengan menebar baliho maupun spanduk dirinya dengan “Quote” andalannya di sudut-sudut kota maupun desa.
Saat ini, sebagian besar Bacakada sudah mengantongi rekomendasi Partai Politik (Parpol) untuk maju bertarung di kontestasi politik. Selain harus mendapatkan rekomendasi partai politik, di Pilkada serentak ini pula di wajibkan bagi seluruh bakal calon dan Wakil calon yang akan bertarung di Pilkada, wajib lolos tes kesehatan serta syarat dan ketentuan lainnya yang digelar KPU dimasing-masing daerah.
Dari masing-masing daerah, memiliki 2 pasang calon hingga lebih, namun ada hal yang menarik di wilayah Kabupaten Bungo. Di Kabupaten tersebut belum ada penantang pasangan petahana yakni Mashuri-Apri. Dari hal tersebut timbul pertanyaan publik apakah di kabupaten Bungo krisis pemimpin atau Parpol tak memiliki kader yang dapat diusung.
“Saya selaku Wakil Ketua HMBJ
Pemuda yang berasal dari kabupaten Bungo sangat kecewa melihat hal ini.
Kegagalan parpol sangat terasa tidak mampu menyiapkan kader kadernya untuk bertarung dalam kostentasi yang akan diselenggarakan Desember mendatang. Beberapa partai sudah mengeluarkan rekomendasi ke pasangan incumbent tersebut,” kata Ridwan, Wakil Ketua HMBJ, Selasa (18/08/2020).
“Tidak terlihat satupun sikap partai yang ingin menantang pasangan tersebut. Bukan kah salah satu fungsi partai menyiapkan kadernya untuk menjadi pemimpin,” tambahnya.
Menurut Ridwan, Hal ini bertolak belakang dengan tujuan dan fungsi partai politik yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 5 Januari 2011 dan diundangkan hari itu juga dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5189.
Dengan sikap dan perilaku Partai Politik yang memiliki sistem seleksi dan rekrutmen keanggotaan yang memadai serta mengembangkan sistem pengkaderan dan kepemimpinan politik yang kuat. Dan memaksimalkan fungsi Partai Politik baik fungsi Partai Politik terhadap negara maupun fungsi Partai Politik terhadap rakyat melalui pendidikan politik dan pengkaderan serta rekrutmen politik yang efektif untuk menghasilkan kader-kader calon pemimpin yang memiliki kemampuan di bidang politik.
“Artinya dengan penjelasan UU diatas kita dapat melihat parpol di kabupaten Bungo gagal menjalani fungsi sebagai mana mestinya,” ujar Ridwan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Batanghari angkatan 2015.
Selain itu, Ridwan juga mengingatkan kepada masyarakat untuk memilih calon kepala daerah dengan lebih bijak. Carilah pemimpin yang tulus dalam membangun Jambi dan khusus untuk kabupaten kota masing-masing.
“Kita diperhadapkan dengan sebuah pesta demokrasi serentak di provinsi Jambi. Maka dalam menyongsong pesta demokrasi ini, saya ingin menyampaikan bahwa suara-suara kita adalah penentu pembangunan sekarang hingga 5 tahun kedepan. Daerah-daerah tersebut akan menjadi apa,” katanya.
“Jangan sekali-kali memilih seorang pemimpin yang tidak amanah, tidak bertanggung jawab, serta tidak kapabel, semua dapat kita lihat dari proses pemilihan tersebut, dari masa penetapan calon, pembacaan visi-misi hingga pemilihan nantinya,” tambahnya.
Ia juga menegaskan, jangan sekali-kali memilih calon pemimpin yang menerapkan “money politik” dalam kontestasi pemilihan Kepala Daerah, yang mengupayakan menghalalkan segala cara untuk mendapat kekuasaan. Kita harus lawan bersama hal-hal nista ini, jika itu terbukti segera laporkan hal tersebut kepada Bawaslu.
Terlebih dalam Pasal 73 ayat 3 Undang Undang Nomor 3 tahun 1999 berbunyi: Barang siapa pada waktu diselenggarakannya pemilihan umum menurut undang-undang ini dengan pemberian atau janji menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu, dipidana dengan pidana hukuman penjara paling lama tiga tahun.
Pidana itu dikenakan juga kepada pemilih yang menerima suap berupa pemberian atau janji berbuat sesuatu.
“Oleh sebab itu agar terpilih pemimpin berkualitas, berintegritas, bermoral, dan bertanggung jawab jangan memilih calon pemimpin yang menerapkan money politik,” pungkasnya. (Team AJ)