OPINI, AksesJambi.com – Nasi, makanan pokok hampir seluruh rakyat Indonesia saat ini. Jika dahulu orang tua atau kakek nenek kita masih mengkonsumsi tiwul sebagai makanan pokok, maka saat ini nasi adalah primadona. Generasi muda sekarang mungkin tidak mengenal tiwul, bahkan mungkin saja tidak menyukai rasanya, karena lidah sudah kadung menikmati nasi sebagai santapan utama harian.
Sebagaimana kita tahu, nasi berasal dari beras, dan beras berasal dari padi. Oleh sebab itu, naik turunnya produksi padi di Indonesia, pun Jambi, tentu menjadi hidangan “seksi” bagi para pemangku kebijakan, baik di pusat maupun di daerah. Sehingga komoditas tanaman pangan ini, yaitu padi, selalu menjadi perhatian dan pokok kebijakan.
Pandemi Covid-19 yang menggelayuti Indonesia, termasuk Jambi, pada sepanjang 2020, telah berdampak besar pada kehidupan masyarakat secara menyeluruh. Dari sisi sosial, pandemi Covid-19 memberikan kita pelajaran baru tentang era new normal. Suatu kondisi yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.
Bahwa kita harus mematuhi protokol kesehatan di manapun dan kapan pun kita berada di luar rumah, yaitu 3M, bahkan sudah diperbaharui menjadi 5M, yaitu mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan membatasi mobilisasi serta interaksi.
Dari sisi pendidikan, diberlakukannya sekolah dari rumah, meskipun saat ini sudah mulai dilaksanakan tatap muka di beberapa wilayah di Indonesia. Begitupun para pekerja melaksanakan kerja dari rumah (work from home), dan lain sebagainya.
Dampak terbesar dan paling mengkhawatirkan selain dari sisi kesehatan tentunya, adalah dampak perekonomian. Pandemi Covid-19 telah berdampak pada roda perekonomian Indonesia, termasuk Jambi. Meskipun bukan untuk dijadikan “kambing hitam” untuk segala dampak negatif di sisi ekonomi yang terjadi di sepanjang 2020, namun tidak dapat dipungkiri bahwa memang kehidupan ekonomi banyak berubah di masa pandemi.
Sebagai contoh, masyarakat takut dan membatasi melakukan perjalanan ke luar rumah apalagi ke luar kota, ditambah diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa kota besar, mengakibatkan sektor transportasi dan pergudangan menurun drastis. Selain itu, masyarakat juga membatasi makan di luar dan menginap di hotel, hal ini berakibat pada minusnya pertumbuhan sektor penyediaan akomodasi dan makan minum.
BPS mencatat bahwa semenjak pandemi menjangkiti Indonesia, yaitu awal Maret 2020, ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan negatif atau terkontraksi sepanjang triwulan dua hingga triwulan empat 2020. Sektor transportasi dan pergudangan merupakan lapangan usaha yang paling terdampak Covid-19, mengalami kontraksi paling dalam di triwulan dua, dengan pertumbuhan minus 27,75 persen. Diikuti sektor penyediaan akomodasi dan makan minum dengan pertumbuhan minus 18,18 persen.
Begitupun pada triwulan tiga dan empat 2020, seiring dengan masih minusnya pertumbuhan ekonomi Jambi, kedua sektor lapangan usaha itu pun terdampak paling tinggi. Meskipun secara perlahan
pertumbuhannya membaik seiring dengan masyarakat yang menyesuaikan diri dengan pandemi di masa new normal ini. Atau mungkin karena penduduk sudah lelah dan urusan perut tidak bisa diajak kompromi. Apapun yang terjadi, tetap bekerja dan mencari “sesuap nasi”.
Akan tetapi, meskipun ekonomi Indonesia minus sepanjang 2020, lain halnya dengan pertumbuhan sektor pertanian. Sektor ini tangguh bertahan untuk terus tumbuh positif di tengah pandemi, meskipun pertumbuhannya hanya berkisar di angka satu persen.
Namun hal ini kiranya cukup membawa angin segar bagi ekonomi Jambi karena pertanian (meliputi semua subsektor), mampu menjadi tumpuan harapan bagi ekonomi Jambi untuk terus tumbuh. Selain juga karena berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2020, sebanyak 46 persen penduduk Jambi bekerja di sektor pertanian.
Tangguhnya pertanian Jambi juga tercatat pada angka produksi padi tahun 2020 yang dirilis BPS baru-baru ini. Produksi padi di Jambi meningkat 76 ribu ton atau 25 persen dibanding tahun sebelumnya. Begitupun luas panen meningkat 15 ribu hektar atau 22 persen dibanding tahun 2019.
Jika dikonversikan menjadi beras untuk konsumsi pangan penduduk, produksi beras pada 2020 sebesar 222 ribu ton, mengalami kenaikan sebanyak 44 ribu ton atau 25 persen dibandingkan 2019 yang sebesar 178 ribu ton. Kondisi ini tentu merupakan kabar yang sangat menggembirakan bagi masyarakat di tengah kegalauan akan ketidakpastian kapan Covid-19 akan berakhir. Paling tidak, mudah-mudahan penduduk Jambi tidak akan kekurangan beras meskipun di tengah masa sulit pandemi.
Jika dirujuk lagi ke lingkup yang lebih kecil menurut subround, peningkatan produksi padi terjadi pada subround Mei-Agustus dan September-Desember 2020, yaitu masing-masing sebesar 21 ribu ton GKG (Gabah Kering Giling) dan 62 ribu ton GKG dibandingkan 2019. Agaknya ini disebabkan anomali iklim La-Nina yang sedang berkembang di Sumudera Pasifik berdampak positif terhadap wilayah bagian barat Indonesia di tahun 2020, termasuk Jambi.
Tingginya curah hujan sebagai dampak La Nina tidak seragam di seluruh Indonesia. BMKG menyebutkan bahwa pada Oktober 2020 Jambi memasuki musim hujan bersama dengan beberapa provinsi, di antaranya Pesisir timur Aceh, sebagian Riau, Sumatera Selatan, Pulau Bangka, Lampung, Banten, sebagian Jawa Barat, sebagian Jawa tengah, sebagian kecil Jawa Timur, dan beberapa provinsi lainnya.
Menjaga sektor pertanian tentunya sangat penting demi kestabilan ekonomi. Pertanian, sebagai sektor yang dalam pekerjaannya tidak melibatkan banyak orang dan tidak begitu terganggu pada kondisi mobilisasi atau transportasi antar daerah, terbukti mampu terus tumbuh dan bertahan di tengah masa pandemi Covid-19. Jika masyarakat bisa menahan untuk tidak sering keluar rumah atau ke luar kota, bisa untuk melaksanakan sekolah dari rumah dan bekerja dari rumah, namun tentunya masyarakat tidak akan bisa menahan diri untuk mengurangi konsumsi.
Di sinilah bagaimana pertanian (tanaman pangan, padi) harus terus dikembangkan dan ditingkatkan oleh pemerintah. Meskipun pertanian Jambi terbukti cukup tangguh di masa pandemi, tentunya hal ini tidak lantas membuat kita lengsung berbesar hati. Bagaimanapun, produksi pertanian khususnya padi harus terus ditingkatkan di tengah ancaman alih fungsi lahan pertanian dan minat pemuda untuk turun ke sawah mulai berkurang. Ketangguhan sektor pertanian demi ketangguhan sektor ekonomi. (Opini)
Penulis: Septie Wulandary, SST, M.Stat
BIODATA PENULIS
Nama: Septie Wulandary, S.ST, M.Stat
NIP: 19820925 200902 2 008
Pangkat/Golongan: Penata / III c
Jabatan:
– Fungsional Statistisi Ahli Muda
– Staf Seksi Statistik Pertanian
Satuan Kerja: Bidang Statistik Produksi, Badan Pusat Statistik (BPS) Prov. Jambi
Tempat/Tgl Lahir: Bengkulu/25 September 1985
Pendidikan Terakhir: Magister Statistika Terapan di Universitas Padjadjaran, Bandung
Alamat: Jl. Pratu Sardi RT 15, Kel. Paal V, Kec. Kota Baru, Jambi
Email: septie@bps.go.id / ummupasha85@gmail.com
Instagram/facebook: ummu_pasha / Septie Wulandary
No. Hp: 0852 1666 0751